Perajin Tahu Menjerit Harga Kedelai Terlalu Mahal

id kedelai, tahu

Perajin Tahu Menjerit Harga Kedelai Terlalu Mahal

Ilustrasi (antara)

Palu,  (antarasulteng.com) - Para perajin tahu dan tempe di Palu, Sulawesi Tengah, kini menjerit karena harga kedelai sebagai bahan baku dasar di pasaran terlalu mahal.

Ismail, seorang perajin tahu dan tempe di bilangan Jl Miangas, Kecamatan Palu Selatan, Selasa, mengatakan harga kedele kini mencapai Rp9.500,00 per kilogram akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sebelumnya, kata Ismail, harga kedelai di pasaran hanya sekitar Rp8.000,00 per kilogram.

Menurut dia, dengan kenaikan harga tersebut, para perajin dipastikan kesulitan untuk membelin dalam jumlah yang besar, apalagi kedele yang digunakan para perajin umumnya adalah kedele impor dari Amerika Serikat.

Kalau mengandalkan kedele lokal, kata Ismail, perajin juga kesulitan karena jarang sekali dijual di pasar-pasar.

"Saya juga heran mengapa petani di Palu atau daerah lainnya di Sulteng tidak menanam kedelai, padahal kebutuhan pasar cukup tinggi," katanya.

Ia mengaku sudah keliling mencari kedelai produksi petani lokal di pasar-pasar, tetapi tidak pernah mendapatkannya.

Perajin tahu dan tempe di Palu, bahkan daerah lainnya di tanah air selama ini sangat tergantung dari kedelai impor.

Dalam beberapa hari ini, Ismail mengaku terpaksa mengurangi produksi karena harga kedelai cukup mahal.

"Yang penting masih ada produksi setiap hari, meski sebenarnya rugi," kata pria kelahiran Jember 24 Februari 1957 itu.

Salah satu solusi dalam mensiasati kenaikan harga kedelai agar usaha tersebut tetap jalan, katanya, adalah menaikan harga penjualan sebesar Rp1.000 dari sebelumnya.

Sebenarnya bisa saja tidak menaikkan harga, tetapi mengurangi ukuran. Hanya saja takut kalau kita mengurangi ukuran cetakan justru khawatir konsumen tidak akan membelinya.

Hal senada juga disampaikan Mul, seorang perajin tahu di bantaran Sungai Palu yang menyebutkan bahwa sudah beberapa hari ini ia tidak lagi melakukan kegiatan.

"Saya memilih untuk sementara tidak memproduksi karena harga kadelai sangat mahal," katanya.

Menurut dia, jika memproduksi dengan kondisi harga kadelai yang sudah mencapai Rp9.500,00 per kilogram jelas merugi karena biaya operasional meliputi bahan bakar, gaji karyawan dan biaya makan lebih besar dibandingkan hasil penjualan produksi.

"Dari pada merugi, lebih baik berhenti produksi dan menunggu sampai harga kedelai kembali normal," ujarnya.

Kedua perajin tahu dan tempe itu berharap pemerintah secepatnya melakukan intervensi pasar dengan menyediakan stok dan menetapkan standar harga jual kedelai di pasaran demi mengantisipasi jangan sampai para perajin menutup usaha mereka karena kesulitan bahan baku.

Pemerintah harus menggelar operasi pasar dengan menjual kedelai sesuai dengan standar harga yang wajar.

"Kalau sekarang ini boleh dibilang harga kedelai sudah tidak wajar," kata kedua perajin itu. (skd)