Palu (antarasulteng.com) - Beberapa waktu lalu bentrok antarwarga kerap
terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Sigi di Provinsi Sulawesi Tengah.
Puluhan rumah terbakar, sejumlah orang tewas sia-sia akibat bentrok
yang awalnya hanya dipicu masalah ringan yang berbuntut panjang.
Satu senggolan sedikit antara dua orang mabuk bisa berujung tawuran antarwarga karena alasan solidaritas dan pertemanan.
Banyak upaya telah dilakukan aparat keamanan, pemerintah dan
masyarakat sendiri untuk mengakhiri seringnya kejadian bentrok tersebut.
Pemerintah daerah selalu melakukan pertemuan dengan warga yang
terlibat bentrok dan selanjutnya ada penandatanganan di secarik kertas
berintikan kesepakatan damai.
Namun beberapa hari kemudian bentrok serupa terjadi di tempat yang sama dengan melibatkan orang-orang yang itu-itu juga.
Aparat keamanan sering dituding lambat tiba di lokasi bentrok sehingga tawuran telah merembet ke mana-mana.
Petugas keamanan juga kerap dituding kurang tegas karena melepaskan pelaku bentrok yang telah ditangkap.
Padahal polisi berkali-kali mengancam akan menindak tegas pelaku
bentrok yang kedapatan membawa senjata tajam atau senjata api rakitan.
Hukum adat
Terus berlangsungnya bentrok antarwarga, tentu saja membuat
pemerintah, tokoh masyarakat dan aparat keamanan berpikir keras untuk
mengakhirinya.
Pada pertengahan Agustus 2013, Menteri Sosial Salim Seggaf Aldjufri
datang ke Kota Palu untuk menghadiri deklarasi penegakan hukum adat di
Kecamatan Tatanga.
Deklarasi hukum adat itu dalam rangka mengurangi terjadinya bentrok antarwarga dan tindakan kriminalitas di masyarakat.
Ketua Dewan Adat Tatanga, Asrar, mengatakan hukum dan sanksi adat
itu bertujuan menjunjung kearifan lokal di Kecamatan Tatanga yang
merupakan salah satu daerah rawan terjadinya bentrok di Kota Palu.
Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk menegakkan budi pekerti dan menghindari tindakan tak terpuji lainnya.
Beberapa sanksi yang disebutkan dalam deklarasi adat itu antara lain
ditenggelamkan di laut, dibuang dari kampung, dikucilkan dari
masyarakat, dan mengganti atau membayar denda berupa hewan serta
perlengkapan adat.
Selain itu ada "ombo" yaitu kegiatan yang melindungi kelestarian
alam. "Jika ada warga yang melanggar aturan adat itu juga akan mendapat
sanksi adat," lanjut Asrar.
Dalam Atura Nuada (hukum adat) terdapat hukuman bagi pelanggar norma
adat dengan kategori berat (sala kana), pelanggar dengan kategori
sedang (sala baba), dan pelanggar norma adat kategori ringan (sala
mbivi).
Adapun bentuk sanksi adat (givu) yang disepakati, antara lain mulai
dari ditenggelamkan di laut, diusir dari kampung halaman, hingga
membayar denda berupa hewan ternak atau benda berharga lainnya.
Sementara bentuk-bentuk pelanggaran yang diatur dalam hukum adat
itu, antara lain, perzinahan, pencurian, penganiayaan, kekerasan dalam
rumah tangga, penghinaan, penipuan, hingga pencemaran nama baik.
Wakil Wali Kota Palu Andi Mulhanan Tombolotutu berharap deklarasi adat itu bisa diterapkan secara maksimal di masyarakat.
"Untuk tahap awal disosialisasikan di Kecamatan Tatanga, dan
selanjutnya diharapkan daerah-daerah lain di Kota Palu bisa terapkan hal
serupa," katanya.
Sementara Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mendukung
masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan sosial melalui hukum adat.
Dia juga menyayangkan masih terjadinya konflik sosial di sejumlah
daerah di Sulawesi Tengah. Konflik itu bersumber dari masyarakat yang
rawan terpengaruh isu oleh provokator.
Olehnya dia berharap masyarakat bertambah dewasa dengan tidak mudah dihasut dan diadu domba untuk melakukan hal-hal tercela.
Sedangkan Menteri Sosial Salim Seggaf Aldjufri justru berharap
deklarasi penegakkan hukum adat itu tidak dilaksanakan karena wilayah
Kota Palu dan sekitarnya sudah aman.
"Kalau sering bentrok maka akan membuat malu karena kejadiannya telah berkali-kali," katanya.
Dokumentasi hukum adat
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah saat ini melakukan
proses dokumentasi terhadap hukum adat di masyarakat untuk selanjutnya
dituangkan ke dalam peraturan daerah.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan saat ini hukum
adat masih tercatat di setiap daerah belum tergabung menjadi satu
kesatuan.
Setiap desa atau kelurahan di Sulawesi Tengah memiliki adat istiadat
yang berbeda namun secara garis besar memiliki persamaan dalam bentuk
sanksi atau peraturan lainnya.
Dia mengatakan penerapan sanksi adat kepada masyarakat yang
melanggar aturan nantinya bisa diterapkan agar tercipta keamanan dan
ketertiban.
Selama ini banyak masyarakat yang kurang mematuhi hukum positif
sehingga penerapan sanksi adat dinilai salah satu langkah tepat untuk
mengurangi perbuatan tak terpuji di tengah masyarakat.
Sulawesi Tengah terdiri dari 10 kabupaten dan satu kota. Sebagian
besar penduduk provinsi beribu Kota Palu ini berasal dari Suku Kaili.
Suku Kaili sebagian besar berada di Lembah Palu yang meliputi Kota Palu,
Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan sebagian Kabupaten Poso dan
Kabupaten Parigi Moutong. Sebagian daerah sudah menerapkan hukum adat
seperti di Kabupaten Sigi dan Kecamatan Tatanga di Kota Palu.
Sebenarnya sudah ada buku Atura Nuada Ante Givu Nuada To Kaili Ri Livuto Nu Palu (Hukum dan Sanksi Adat Kaili di Kota Palu).
Hukum dan sanksi adat di Tanah Kaili sebenarnya juga telah berlaku
sebelum masuknya agama atau sebelum penjajahan bangsa asing di Sulawesi
Tengah.
Olehnya pemerintah berusaha mendokumentasikan kembali hukum adat dan diberlakukan kepada masyarakat.
Semua lapisan masyarakat, pemerintah dan aparat keamanan berharap
penerapan hukum adat itu bisa menciptakan kerukunan antarwarga.
Namun demikian, seperti yang diharapkan Mensos Salim Seggaf
Aldjufri, hukum adat tersebut hendaknya tidak diterapkan karena Kota Palu dan
sekitarnya sudah aman, dan tinggal menjaganya saja.
Berita Terkait
Otorita IKN dialog dengan tokoh adat Kaltim bahas pelestarian budaya
Sabtu, 6 April 2024 8:22 Wib
Pansus II DPRD Palu libatkan tokoh adat bahas pemekaran Kelurahan Vatutela
Senin, 18 Maret 2024 8:47 Wib
Pakar: Hari Kehakiman momentum MA menengok kembali hukum lokal
Jumat, 23 Februari 2024 9:07 Wib
Pemkab Sigi segera bentuk tim khusus tangani kasus penjualan lahan hutan adat
Selasa, 20 Februari 2024 9:20 Wib
Tokoh adat NTT imbau masyarakat jaga persatuan-kedamaian pascaPemilu
Kamis, 15 Februari 2024 7:56 Wib
Pemprov Sulteng terus komitmen penuhi kebutuhan warga
Selasa, 23 Januari 2024 13:50 Wib
TPN: Mahfud pastikan pembangunan tidak korbankan masyarakat adat
Selasa, 23 Januari 2024 13:22 Wib
Pakar: Pelibatan masyarakat adat belum maksimal meski dijamin UU
Senin, 22 Januari 2024 9:00 Wib