Memenjarakan Perokok

id rokok, kesehatan

Memenjarakan Perokok

(FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)

Suatu sore di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terdapat sekelompok buruh penambang pasir yang sedang duduk beristirahat seusai menyelesaikan pekerjaan rutin.
   
Di hadapan mereka terdapat sejumlah kotak rokok serta beberapa bungkus plastik berisi tembakau lengkap dengan kertas rokok dan korek api.
   
Sembari bercerita, sesekali asap rokok keluar dari mulut para kuli penambang pasir. Meski tidak didasari teori kuat dan logis, mereka beralasan bahwa merokok itu bisa menghangatkan badan setelah berjam-jam berendam dan mengeduk pasir dari dasar sungai.
   
Para buruh itu mengaku dibayar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per hari, atau tergantung banyaknya pasir yang diangkut. Tak selamanya mereka menambang pasir, tergantung adanya permintaan kebutuhan bahan bangunan tersebut.
   
Salah seorang pekerja mengaku rela bekerja sebagai kuli pengambil pasir dengan upah tak menentu karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan.
   
Meski demikian, pria yang mengaku bernama Amat ini masih bisa menyisihkan uangnya untuk sekadar membeli sebungkus rokok merek lokal setiap hari dengan harga Rp7.000 per bungkus.
   
Beralih ke warga Kabupaten Sigi lainnya, Rija. Dia mengaku bisa menahan lapar seharian asalkan bisa merokok dengan ditemani beberapa gelas kopi hitam. Terkadang dia juga hanya sekali sarapan sehari agar bisa mengepulkan asap dari mulutnya.
   
Gigi pria yang bekerja sebagai penjaga di sebuah sekolah di Kota Palu itu sebagian besar sudah terkikis dan menghitam akibat seringnya merokok dan minum kopi.
   
Gajinya yang kurang dari Rp2 juta per bulan dinilai masih mampu untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak.
   
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah mencatat tembakau atau rokok menjadi penyebab kemiskinan nomor dua di provinsi ini setelah bahan makanan.
   
Tembakau dan rokok memberi andil sekitar 17 persen dari keseluruhan penyebab tingginya angka kemiskinan.
   
Di Kabupaten Sigi sendiri tercatat sekitar 75 persen warga masyarakatnya adalah perokok. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sigi saat ini mencapai 30,7 ribu jiwa dari 220 ribu penduduk yang tersebar di 15 kecamatan dan 152 desa.

Desa miskin


   
Badan Pusat Statistik juga mencatat jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah hingga akhir 2012 banyak terdapat di wilayah pedesaan.
   
Kepala Bidang Sosial BPS Sulawesi Tengah, Sarmiati, menyebutkan jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan hingga September 2012 mencapai 349,40 ribu jiwa atau 16,85 persen dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah yang mencapai 2,8 juta jiwa.
   
Jumlah desa di Sulawesi Tengah saat ini mencapai 740 desa yang tersebar di sepuluh kabupaten dan satu kota.
   
Sedangkan warga miskin di wilayah perkotaan mencapai 60,20 ribu jiwa atau sekitar 9,02 persen.
   
Secara keseluruhan jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah mencapai 409,60 ribu atau sekitar 14,9 persen.
   
Sarmiati mengatakan, sesuai perkembangan selama lima tahun terakhir, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah mengalami penurunan secara signifikan.
   
Pada 2008 terdapat penduduk miskin sebanyak 524,70 ribu jiwa (20,75 persen), pada 2009 sebanyak 489,84 ribu jiwa (18,98 persen), selanjutnya pada 2010 terdapat orang miskin sebanyak 474,99 ribu jiwa (18,07 persen).
   
Sementara pada 2011 terdapat sebanyak 432,07 ribu jiwa (16,04 persen), dan pada 2012 terdapat warga miskin sebanyak 418,64 jiwa (14,94 persen).
   
Dia mengatakan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
   
Pada periode Maret hingga September 2012, akselerasi garis kemiskinan naik sebesar 7,62 persen, yaitu dari Rp246.392 menjadi Rp266.718.
   
Dengan memperhatikan komponen garis kemiskinan (GK), yang terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan nonmakanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
   
"Beras dan bahan makanan lainnya masih menjadi pemicu utama kemiskinan," katanya.
   
Dia juga mengaku heran tembakau dan rokok masih saja menjadi penyebab kemiskinan nomor dua. "Bisa jadi kalau kebiasaan merokok dihilangkan, kemiskinan akan berkurang drastis," katanya.
   
Dia berharap, dengan berbagai upaya pemerintag memaluiu program pengentasan dari kemiskinan seperti raskin, BOS, Jamkesmas, dan Jamkesda bisa menurunkan angka kemiskinan di Sulawesi Tengah setiap tahunnya.
   
Sementara, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menargetkan pengurangan jumlah penduduk miskin setiap tahunnya mencapai dua persen.
   
Dia optimistis bisa mencapai target tersebut seiring membaiknya perekonomian di Sulawesi Tengah.
   
"Ekonomi kita tumbuh 10,97 persen pada triwulan IV/2012 dan itu tertinggi ke tiga secara nasional," kata Longki baru-baru ini.

Hentikan merokok

   
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah saat ini gencar melakukan sosialisasi di berbagai media tentang bahaya asap rokok dan meminta agar kebiasaan merokok dihentikan demi menjaga kesehatan diri sendiri dan warga lainnya yang menjadi perokok pasif.
   
Selain itu contoh baik juga harus ditunjukkan oleh pejabat di provinsi ini agar tidak merokok saat melakukan tugasnya sebagai kepala pemerintahan atau pejabat di lingkungan legislatif.
   
Misalnya, Wali Kota Palu Rusdy Mastura yang sudah beberapa tahun ini menghentikan kebiasaan merokok karena mengalami sakit di bagian jantung.
   
Setelah tidak merokok selama sekitar empat lima tahun, Rusdy Mastura mengaku baik-baik saja dan tidak mengalami ketagihan atau kecanduan.
   
Penyakit mungkin menjadi teguran dan alasan Rusdy Mastura untuk menghentikan kebiasaan merokok.
   
Wali kota yang akrab disapa Cudy ini juga berharap masyarakat bisa menghentikan kebiasaan merokok karena selain menyehatkan juga menghemat uang.
   
Apakah para perokok hanya akan menghentikan kebiasaannya setelah mengalami sakit jantung atau paru-paru?
   
Kalau seorang pejabat sedang sakit maka biaya pengobatan akan ditanggung negara. Namun jika seorang penduduk miskin yang berada di pelosok desa dan bukan pegawai mengalami sakit, siapa yang akan menanggung biayanya?
   
Lebih baik hentikan merokok sebelum sakit atau mengalami kejadian yang lebih parah parah lainnya, kata Cudy.
   
Meski ada juga orang sehat dan tidak merokok tapi meninggal dunia juga karena penyakit jantung. Itu semua menjadi rahasi Tuhan.
   
Lebih baik mencegah dari pada mengobati, seperti pepatah lama yang sering diucapkan.


Memenjarakan perokok


Untuk menjerat para perokok tak beraturan, Pemerintah Kota Palu telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 1 tahun 2010 tentang Kesehatan Daerah.
   
Kepala Bagian Hukum Pemkot Palu, Mulyati, mengatakan merokok di tempat-tempat terlarang bisa dipenjara maksimal enam bulan seperti yang tertuang dalam peraturan daerah tersebut.
   
Saat ini pemerintah sedang melakukan sosialisasi peraturan daerah tersebut. Kalau masa sosialisasi itu telah selesai maka sanksinya akan diterapkan.
   
Di dalam pasal 30 ayat 3 disebutkan, daerah terlarang bagi perokok adalah tempat atau sarana transportasi baik milik swasta atau pemerintah yang memerlukan sarana udara bersih.
   
Tempat umum dimaksud lebih lanjut diatur kembali dalam Peraturan Wali Kota Palu Nomor 18 tahun 2012 tentang kesehatan masyarakat secara umum.
   
Dalam peraturan itu disebutkan tempat yang dilarang untuk merokok antara lain tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, ruang bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum dan tempat kerja yang terdapat banyak orang.
   
Sementara pada pasal 30 ayat 4 disebutkan pengelola  tempat atau sarana transportasi itu wajib menyediakan tempat atau sarana khusus bagi perokok
   
Sanksi administrasi bagi pelanggar Perda Kota Palu nomor 1 tahun 2010 itu antara lain berupa teguran lisan, terguran tertulis hingga pencabutan izin seperti yang tertuang pada pasal 31.
   
Sedangkan sanksi pidana antara lain berupa kurungan selama enam bulan penjara atau denda paling banyak sebesar Rp50 juta, seperti yang tertuang dalam pasal 32.
   
Lebih lanjut Mulyati mengatakan tujuan peraturan daerah itu antara lain menciptakan kondisi kota yang bersih dan sehat.
   
"Diharapkan kualitas kesehatan warga Palu akan meningkat jika tempat-tempat umum bebas asap rokok," katanya.
   
Saat ini sejumlah gedung pemerintahan atau instansi tertentu di Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah sudah dilengkapi ruangan khusus bagi perokok meski belum dimanfaatkan secara maksimal.
   
Merokok memang hak setiap orang yang menginginkannya, tapi hak tersebut seharusnya bisa menghargai orang lain yang tidak atau bahkan benci terhadap asap rokok. Kita akan lihat apakah banyak orang Palu dipenjara sembarangan usai Perda tentang Kesehatan Daerah itu benar-benar diterapkan dengan pengawasan Satpol PP atau hanya berlalu seperti asap rokok yang hilang terbawa angin.