PSBM Diharap Kembalikan Kejayaan Industri Udang Sulsel

id udang

PSBM Diharap Kembalikan Kejayaan Industri Udang Sulsel

Beberapa pekerja memperlihatkan udang vaname hasil panen di tambak supra intensif UPTD Desa Kampal, Kabupaten Parigi Moutong, pada Sabtu (29/6). (ANTARASulteng/Istimewa)

Saya berharap PSBM kali ini melahirkan konsep rencana tindak dan komitmen untuk mendorong percepatan industrialisasi perudangan di Sulsel," ujarnya.
Palu (antarasulteng.com) - Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) di Makassar, mulai Senin (27/7), diharapkan melahirkan rencana aksi dan komitmen bersama untuk mengembalikan posisi Sulawesi Selatan sebagai basis industri udang nasional seperti era 1985-2000.

"Periode itu merupakan era kejayaan industri udang Sulawesi Selatan. Saat itu sejumlah investor menanam modal untuk pengembangan tambak udang dengan teknologi semi intensif dan intensif. Namun kejayaan itu runtuh pada 2000-2015 karena serangan wabah penyakit," kata Ketua Perkumpulan Pengusaha Tambak Udang (Shrimp Club Indonesia - SCI) Wilayah Sulawesi Hasanuddin Atjo di Palu, Minggu.

Dalam wawancara khusus menjelang PSBM 2015 di Makassar, Atjo mengatakan selama periode 1985-2000 tersebut, produk udang Sulsel meningkat pesat dan cukup signifikan dalam kontribusi ekspor udang Indonesia, terutama ke Jepang dan Uni Eropa.

Namun, kata Direktur CV Dewi Windu Kabupaten Barru, Sulsel itu, wabah penyakit bintik putih (whitespot) dan penyakit insang merah memporak-porandakan bisnis udang. Banyak tambak yang tutup, demikian pula dengan hatchery (pembenihan udang) dari skala rumah tangga sampai skala besar di Takalar, Barru dan Pinrang, tidak beroperasi.

Hal itu disebabkan penerapan teknologi budidaya yang berlangsung tanpa kendali, dibarengi lemahnya pengawasan terhadap produksi dan distribusi benih serta sarana lainnya yang kebanyakan didatangkan dari luar daerah bahkan diimpor. Hal ini diperparah dengan kurangnya pendampingan dan belum adanya pemetaan tata ruang wilayah pesisir.

Akibatnya, udang Indonesia dilarang masuk pasar ekspor, menyebabkan ekspor menurun drastis, gudang-gudang pendingin kekurangan bahan baku sehingga terjadi banyak PHK karyawan besar-besaran.

Mulai 2006, kata Atjo yang juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng itu, industri udang Sulsel maupun nasional kembali bangkit dan kini mulai menggeliat setelah berhasil mengembangkan jenis udang impor dari Amerika Latin yakni vaname.

"Namun keberhasilan ini harus dijaga keberlanjutannya dan dibangun daya saingnya, sehingga diperlukan strategi maupun upaya antisipatif agar pengalaman buruk komoditas windu di periode sebelumnya tidak terulang. Nah, PSBM kali ini diharapkan peran besarnya untuk memberi andil dalam mengakselerasi pengembangan industi udang di Sulsel," ujarnya.

Sulsel, kata Atjo, memiliki peluang besar untuk menjadi sentra industri udang nasional karena potensi lahan yang luas, jaminan ketersediaan bahan baku, sarana dan prasarana produksi, infrastruktur dasar yang berkualitas seperti listrik, air bersih, transportasi darat, pelabuhan udara dan laut, serta memiliki sumberdaya manusia yang berdaya saing.

Ia juga menyebutkan bahwa pada 2011, di Kabupaten Barru, lahir teknologi budidaya udang supra intensif dengan produktifitas tertinggi di dunia yakni 153 ton/ha/musim tanam, atau 306 ton/tahun.

Teknologi supra intensif temuan Dr Ir Hasanuddin Atj, MPo itu telah direplikasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan menyusul Gorontalo, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.

Bila diasumsikan di kawasan timur Indonesia dikembangkan tambak supra intensif seluas 5.000 ha secara terencana dan terkendali dengan produktifitas 200 ton/ha/tahun saja, maka setiap tahun tersedia bahan baku sekitar satu juta ton, jauh di atas produksi udang nasional dewasa ini yang menghampiri 600.000 ton dengan kontribusi kawasan timur sekitar 20 persen.

Efek domino dari ketersediaan udang ini antara lain tumbuhnya unit prosessing berorientasi nilai tambah sekitar 100 unit, penyerapan tenaga kerja sekitar 600 ribu - belum termasuk di tambak dan hatchery - unit produksi benih induk udang satu juta pasang untuk memproduksi benih sejumlah 100 miliar ekor.

Dampak ikutan lainnya adalah terbuka peluang usaha pabrik pakan, peralatan tambak seperti kincir dan pompa air, serta beberapa aktivitas yang terkait dengan hasil ikutan atau dampak tidak langsung dari teknologi supra ini.

Menurut doktor perudangan Universitas Hasanuddina Makassar tersebut, Saudagar Bugis Makassar (SBM) yang merupakan himpunan para pengusaha yang menguasai modal (akumulatif) cukup besar itu memiliki peran besar untuk terlibat secara intens dalam mendorong percepatan industrialisasi perudangan di daerah itu.

"Saya berharap PSBM kali ini melahirkan konsep rencana tindak dan komitmen untuk mendorong percepatan industrialisasi perudangan di Sulsel," ujarnya.

Atjo mengatakan, kehadiran sebuah kawasan industri terintegrasi di kawasan timur menjadi penting untuk mewujudkan konsep tol laut dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antarkawasan yang bertumpu pada pengembangan sektor agro dan kelautan.

Kabupaten Takalar, katanya, sangat representatif sebagai pusat kawasan industri Sulsel karena dapat terinterkoneksi dengan kawasan ekonomi lainnya di provinsi timur Indonesia lainnya. Takalar akan menjadi salah satu pintu ekspor komoditas dan pusat distribusi di timur Indonesia, pusat prosessing bernilai tambah, pusat produksi sarana dan prasarana penunjang sektor agro dan kelautan. (R007/F003)