Menperin: Industri Pengolahan Ikan Andalan Masa Depan

id menperin

Menperin: Industri Pengolahan Ikan Andalan Masa Depan

Menperin Saleh Husin memberikan sambutan pada peresmian pabrik es balok di PPI Donggala, Sulteng (17/11) (Antarasulteng.com/Rolex Malaha)

PPI Donggala kini memiliki pabrik es balok berkapasitas 15 ton tetapi tetap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan nelayan setempat.
Donggala, Sulteng, (antarasulteng.com) - Menteri Perindustrian Saleh Husin mengemukakan bahwa industri pengolahan ikan termasuk di dalamnya rantai pendingin merupakan salah satu industri prioritas dan menjadi andalan masa depan Indonesia.

"Strategi kebijaksan industri rantai pendingin diarahkan pada peningkatan kemitraan dan integrasi antara sisi hulu dan hilir sektor perikanan dalam meningkatkan jaminan pasokan bahan baku ke industri pengolahan hasil perikanan," katanya pada peresmian pabrik es balok di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, sekitar 35 kilometer utara Kota Palu, Selasa.

Menurut menteri, Indonesia sebagai negara maritim yang wilayah lautnya lebih luas dari daratan, akan menjadi pusat produksi perikanan sekaligus industri pengolahan hasil laut di masa mendatang.

Ia mengutip data Kadin bahwa target produksi perikanan nasional dalam lima tahun ke depan adalah 20 juta ton, di mana enam juta ton berasal dari laut dan 14 juta ton ikan budi daya dengan pertumbuhan PDB tujuh persen pertahun hingga 2019.

Saat ini, kata menteri, terdapat 38 industri pengolahan ikan yang memproduksi 350.000 ribu ton per tahun dengan utilisasi 58 persen, dan target ekspor adalah 5 miliar dolar AS tiap tahun.

Untuk mecapai target itu, katanya, industri rantai pendingin seperti es balok sangat penting karena industri pengolahan ikan dewasa ini masih dihadapkan pada masalah terbatasnya bahan baku ikan yang berkualitas karena keterbatasan produksi es balok untuk memperpanjang masa simpan nelayan selama proses penangkapan di laut sampai pada pendaratan dan pengiriman ke tempat pengolahan ikan.

Selain itu, menurut menteri, terbatasnya kualitas ikan tangkapan nelayan karena banyak yang tidak memenuhi spesifikasi industri pengolahan ikan, mengakibatkan banyaknya ikan yang tidak terserap pabrik pengolahan dijual ke pasar dengan menggunakan pengawet formalin yang membahayakan masyarakat.

"Karena itu Kemenperin membuat terobosan memberikan bantuan mesin dan peralatan pabrik es balok seperti di Donggala ini. Ini adalah bantuan yang ke-13 yang pernah diberikan Kemenperin ke provinsi-provinsi di Indonesia," ujarnya.

Ia berharap dengan sinergitas antara instansi terkait di tingkat pusat dengan daerah-daerah, industri pengolahan ikan di Indonesia akan semakin diperhitungkan oleh negara lain yang menjadi pesaing dalam penyediaan produk-produk perikanan bermutu untuk konsumsi masyarakat internasional.

Pabrik es yang diresmikan tersebut berkapasitas 10 ton atau setara 200 balok es dengan berat 50 kg per balok setiap 24 jam. Dengan pabrik ini, PPI Donggala kini memiliki dua pabrik es balok dengan kapasitas total 15 ton/24 jam, namun produksi itu belum mencukupi kebutuhan nelayan yang mencapai 100 ton setiap bulan.

Setelah menggunting pita peresmian pabrik dan menyaksikan produksi perdana es balok bersama Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan Bupati Donggala Kasman Lassa, Menperin Saleh Husin membagi-bagikan es balok secara gratis kepada para nelayan di PPI Donggala.

"Semua produksi perdana hari ini akan kami bagikan secara gratis kepada nelayan, dan setelah itu dijual dengan harga yang cukup murah yakni Rp9.000/balok," ujar Agus Sudaryanto, Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Dinas KP Sulteng.

Harga jual itu, kata Agus, sangat murah dibandingkan harga es balok di pasaran yang berkisar antara Rp13.000 smapai Rp17.000 per balok. (R007/C004)