Ketika Ibu-ibu Mencari Rezeki Di Bulan Ramadhan Oleh Anas Massa

id ibu, mencari ,rezeki, ramadhan

Ketika Ibu-ibu Mencari Rezeki Di Bulan Ramadhan Oleh Anas Massa

ilustrasi (ANTARA)

"Pemerintah daerah memang perlu membantu petani dengan menyediakan pasar agar hasil panen mereka dapat langsung terjual," kata Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Sulteng Muchlis Labanu di Palu, Selasa.
Sejumlah ibu setiap hari menggelar dagangan berbagai jenis buah di bilangan Jalan Kartini Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah.

Buah yang mereka jual seperti pepaya, nenas, pisang, nangka, mangga serta kacang tanah yang sudah siap dikonsumsi itu, semua hasil kebun sendiri.

Ny Subedi (53), salah seorang penjual buah di Palu, Selasa, mengatakan, mereka semua yang menjajakan dagangan di Kota Palu berasal dari beberapa desa di Pegunungan Marawola, Kabupaten Sigi.

"Semua dagangan ini merupakan hasil kebun sendiri," kata perempuan dari suku Kaili Da`a itu.

Setiap hari, ia bersama beberapa ibu turun gunung menuju Kota Palu dengan membawa berbagai hasil panen untuk dijual.

Jika dagangan tidak habis terjual pada hari itu, mereka terpaksa bermalam dan pagi hari kembali menggelar dagangan di tempat yang sama.

Sementara teman-teman yang lain harus pulang karena dagangan mereka sudah habis terjual. Tetapi keesokan harinya, mereka dipastikan kembali ke Palu dengan membawa hasil kebun untuk dijual lagi.

Selama bulan Ramadhan ini, dagangan mereka laris dijual karena bertepatan dengan bulan puasa. "Buah-buahan amatlah cocok untuk dikonsumsi saat buka puasa," kata Ny Subedi.

Menurut dia, hasil dagangan yang diperoleh setiap hari cukup lumayan.

Sehari, ia bersama teman-temannya bisa memperoleh penghasilan sekitar Rp150 ribu hanya dari dagangan buah.

Dengan penghasilan tersebut dipastikan berbagai kebutuhan Lebaran sudah bisa teratasi.

Hal senada juga disampaikan Ny Sape, penjual buah di bilangan Jln Setia Budi. Di sana, katanya, ada enam ibu yang ikut menggelar dagangan buah.

Buah yang mereka jual pun sama semuanya yaitu nangka, pepaya, mangga, pisang ambon, pagata dan nona.

Ia juga mengatakan semua dagangan merupakan hasil kebun sendiri.

Buah-buah tersebut merupakan tanaman utama masyarakat di desanya. Selain buah-buahan tersebut, juga yang banyak dikembangkan adalah tanaman kemiri dan ubi kayu.

Meski setiap hari mereka harus naik-turun gunung demi mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari dan biaya sekolah anak, tetapi itu sudah menjadi hal yang biasa dijalani.

"Berjuang untuk hidup itu tidak mudah. Setiap orang yang berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasti akan diberi hasil yang menggembirakan oleh Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

Ia mengaku meski seharian menunggu dagangan yang dijualnya, tetapi hasil yang didapatkan juga cukup lumayan.

Namun, ia enggan merinci, kecuali mengatakan kalau hanya untuk membeli berbagai keperluan sehari-hari, sudah cukup.

Bahkan uang yang mereka peroleh sebagian bisa membiayai pendidikan anak dan juga bisa membeli pupuk untuk kebutuhan tanaman.

Menurut dia, bulan Ramadhan membawa berkah tersendiri bagi mereka.

Meski seharian menahan lapar dan haus sambil menjaga dagangan, tetapi saat tiba waktunya untuk buka puasa, mereka pun melakukannya.



Kendala pasar



Pengembangan buah lokal di Provinsi Sulawesi Tengah hingga saat ini terkendala pasar yang masih terbatas.

Kepala Bidang Produksi Hortikultura Dinas Pertanian Sulteng, Muchlis Labanu mengatakan budidaya tanaman buah lokal seperti pisang yang merupakan salah satu produk unggulan daerahnya hingga kini masih dihadapkan pada kendala pemasarannya.

Petani mau saja mengembangkan secara besar-besaran aneka jenis tanaman buah, asalkan pemerintah bisa memberikan jaminan soal pemasarannya.

Jika pemerintah mampu menyediakan pasar, katanya, niscaya budidaya buah lokal setiap tahun meningkat.

Muchlis mengatakan kondisi struktur tanah dan iklim Provinsi Sulteng sangat cocok untuk pengembangan berbagai jenis buah.

Hanya satu jenis buah yang tidak cocok dikembangkan di Sulteng, yaitu apel. "Kita pernah coba tanam tetapi tidak bisa berkembang," katanya.

Dinas Pertanian Sulteng setiap tahun memprogramkan pengembangan buah lokal, tetapi tidak dilakukan secara besar-besaran karena pasarnya masih terbatas.

"Terus terang hingga saat ini saya takut untuk mengajak petani menanam buah lokal secara besar-besaran karena belum adanya jaminan pasar," katanya.

Dia mencontohkan buah pisang produksi petani Sulteng yang kondisinya saat ini cukup melimpah, sementara pemasaran masih terbatas yaitu hanya sebagian yang bisa diserap oleh masyarakat setempat dan diantarpulaukan ke Kalimatan Timur.

Bahkan, menurut dia, karena produksi petani begitu banyak, sebagian buah pisang tersebut terpaksa dijadikan pakan ternak karena tidak laku dijual, padahal harganya relatif murah dibandingkan di daerah lain.

"Bagaimana petani mau sejahtera, jika harga pisang di pasaran lokal hanya berkisar Rp2.000,00-Rp2.500,00/sisir," ujarnya.

Pemerintah daerah memang perlu membantu petani dengan menyediakan pasar agar hasil panen mereka dapat langsung terjual.

Muchlis mengakui konsumsi buah lokal oleh masyarakat Sulteng masih rendah, namun sebaliknya banyak yang meminati buah impor.

Provinsi Sulteng sendiri merupakan daerah produsen berbagai jenis buah, seperti jeruk manis, semangka, srikaya, mangga,pepaya, melon, rambutan, durian, langsat, anggur dan aneka jenis pisang.

Sebagian dari produksi lokal itulah yang kini dimanfaatkan oleh kaum ibu setempat untuk mencari rezeki dadakan pada bulan suci Ramadhan. (BK03)