Masyarakat Napu Tenang Dengan Kehadiran Tim Operasi Tinombala

id tinombala

Masyarakat Napu Tenang Dengan Kehadiran Tim Operasi Tinombala

Sejumlah personel Brimob Polri menaiki kendaraan untuk menuju lokasi operasi memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3). (AntaraFoto/Edy)

Kelompok Santoso semakin terdesak, kelaparan, kehabisan logistik dan amunisi serta semakin terpecah alias tidak solid lagi.
Palu (antarasulteng.com) - Warga di dataran Lore yang biasa disebut wilayah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, kini merasa lebih tenang dan tenteram pascakehadiran ribuan personel Polri dan TNI dalam Operasi Tinombala untuk memburu kelompok teroris yang bersembunyi di daerah itu sejak sebulan terakhir.

"Kalau ada yang mengatakan bahwa suasana di Napu mencekam, itu tidak benar. Suasana batin dan psikologis masyarakat saat ini justru lebih tenteram dan tenang setelah personel Polri dan TNI hadir di kawasan ini," kata Camat Lore Peore M. Weku yang dihubungi melalui telepon seluler di Desa Watutau, ibu kota kecamatan tersebut, Rabu.

Hal yang sama dikemukakan Camat Lore Timur Jeri Gembu dan Camat Lore Utara Y. Tokare, yang dihubungi secara terpisah melalui telepon genggam mereka, untuk menanggapi pemberitaan sebuah media di Kota Palu bahwa suasana di dataran Napu saat ini mencekam.

Menurut Weku, sebelum personel operasi Tinombala dikerahkan dalam jumlah besar pada awal Maret 2016, masyarakat Napu memang resah karena sering melihat orang-orang mencurigakan berkeliaran di hutan dan di kebun-kebun warga.

"Namun ketika personel Polri dan TNI masuk ke Napu dalam jumlah besar, warga kini merasa lebih aman dan tenteram," kata Weku.

Saat ini, katanya, di seluruh desa di dataran Napu, sudah ada pos-pos pengamanan dengan jumlah personel Polri dan TNI yang cukp banyak, sehingga warga merasa lebih terjamin keamanan mereka dalam beraktifitas.

Terkait larangan ke kebun, Weku mengakui bahwa sebagian warga belum mendatangi kebun mereka yang jauh dari kampung, terutama yang berada di pinggiran hutan. Tapi kalau kebun-kebun yang dekat dari kampung dan jauh dari hutan, tetap dikunjungi dan dikerjakan seperti biasa.

"Yang dilarang itu adalah masuk hutan mencari rotan dan damar. Kalau ke kebun, biasa saja, bahkan aparat keamanan siap mengawal warga yang mau ke kebun. Tinggal melapor saja ke petugas yang ada di desa dan mereka pasti bersedia mengawal warga," ujar Y. Tokare, Camat Lore Utara yang dihubungi secara terpisah.

Selama Operasi Tinombala difokuskan ke Napu dalam sebulan terakhir, kata Tokare, kerja sama antara personel polisi dan TNI dengan pemerintah desa, kecamatan dan masyarakat Napu (Lore) berjalan sangat erat dan saling mendukung.

"Warga di seluruh Napu ini sangat senang dan mendukung kehadiran personel Operasi Tinombala. Apa saja kebutuhan tim operasi yang bisa dipenuhi oleh pemerintah desa, kecamatan dan warga pada umumnya, selalu disediakan," kata Jeri Gembu, Camat Lore Timur.

Dukungan yang paling penting, kata Jeri, adalah warga selalu memberikan informasi selekas-lekasnya kepada aparat keamanan bila melihat atau menemukan orang-orang atau hal-hal yang mencurigakan.

Selain itu, warga juga memberikan rumah-rumah mereka untuk digunakan sebagai tempat menginap aparat yang membutuhkan, juga termasuk bahan makanan dan kebutuhan pokok lain sepanjang dapat dipenuhi oleh warga.

"Sejumlah sarana umum seperti balai desa dan gedung-gedung pemerintah lainnya serta lahan atau kintal milik warga disediakan untuk digunakan personel Operasi Tinombala untuk kelancaran operasi tersebut," ujarnya.

Ketiga camat se-dataran Lore itu mengaku bahwa semua pihak di daerah mereka mendukung Operasi Tinombala dan mendoakan agar aparat keamanan segera bisa meringkus kelompok pembuat teror yang saat ini dilaporkan bersembunyi di hutan-hutan sekitar wilayah Napu.

Sementara itu Otoritas Operasi Tinombala membenarkan bahwa kelompok Santoso yang diperkirakan masih memiliki pengikut antara 20 smapai 30 orang saat ini semakin terdesak dari kawasan Gunung Biru, Kecamatan Poso Pesisir ke Dataran Napu, Kabupaten Poso sejak sekitar sebulan terakhir.

Selama Operasi Tinombala yang digelar sejak 9 Januari 2016, sudah delapan orang anggota Muhajidin Indonesia Timur itu yang tewas dan dua tertangkap hidup.

Kelompok itu juga dikhabarkan mulai kelaparan dan kehabisan logistik makanan dan persenjataan serta mulai terpecah karena berseberangan pendapat, sehingga ada anggota teroris itu yang mencoba memisahkan diri dari kelompoknya.

"Hambatan utama yang kami hadapi untuk segera meringkus Santoso dan pengikutnya adalah medan yang cukup berat," kata Kapolda Sulteng Brigjen Pol. Rudy Sufajriadi.

Rudy yang menjabat Kapolres Poso 2005-2007 itu menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat Napu dan Kabupaten Poso pada umumnya yang telah memberikan dukungan kepada Polri dan TNI untuk melaksanakan Operasi Tinombala di daerah itu.