Operasi Tinombala Berjalan Normal Selama Lebaran

Palu (antarasulteng.com) - Operasi Tinombala yang memburu para pelaku teror pimpinan Santoso yang bersembunyi di hutan-hutan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, berjalan normal seperti biasa selama liburan Idul Fitri 2016.

"Operasinya berjalan seperti biasa, tentu dengan sedikit penyesuaian dengan situasi dan kondisi, karena tidak ada personel Satgas Operasi Tinombala yang mendapat cuti lebaran. Semua tetap berada di tempat selama liburan lebaran ini," kata Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto yang dihubungi di Poso, Selasa.

Semua personel operasi, kata Hari, tetap berada di posnya masing-masing. Yang bertugas di dalam hutan tetap berada di hutan, begitu juga yang berada di tempat lainnya.

"Soal bagaimana melaksanakan Shalat Idul Fitri itu diserahkan kepada komandan sektor masing-masing. Semua sudah diatur," ujarnya.

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Rudy Sufahriadi dijadwalkan mengikuti shalat Idul Fitri di lapangan Desa Tokorondo, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso bersama personel Operasi Tinombala dan masyarakat setempat.

Lebih dari 2.000 personel Polri dan TNI saat ini dikerahkan untuk memburu Santoso dan sejumlah pengikutnya karena terlibat dalam berbagai aksi teror selama beberapa tahun ini.

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Rudy Sufahriadi Kapolda Sulawesi Tengah mengemukakan Satgas Operasi Tinombala masih memburu 21 orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus terorisme Poso.

"Sebanyak 14 orang telah kami tangkap dalam kondisi meninggal dunia, lima orang tertangkap dalam kondisi hidup dan satu orang menyerahkan diri," katanya kepada wartawan baru-baru ini.

Dari 21 DPO yang tersisa itu, tiga di antaranya perempuan, yakni Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima yang merupakan istri Santoso, Tini Susanti Kaduku alias Umi Fadel (istri Ali Kalora) dan Nurmi Usman alias Oma (istri Basri).

Sementara itu, barang bukti yang disita selama operasi Januari-Juni 2916 berupa bom 51 buah, senjata api (senpi) pabrikan 3 pucuk, senpi rakitan 9 pucuk, senjata tajam 15 bilah, magazen 4 buah, amunisi 283 butir, kompas 1 unit, senapan angin 2 pucuk.

Peta 43 lembar, handphone 4 unit, GPS 1 unit, senter 20 unit, korek 1 bungkus, beras 26 karung dan uang tunai sebanyak Rp15.283.000.

"Selama tahun 2016 tidak terjadi kasus teror di Poso, seluruh kejadian adalah kontak tembak antara personel perasi dan DPO terorisme," ujarnya.

Sementara itu DPO yang tertangkap dengan kondisi meninggal dunia yakni Germanto alias Rudi alias Husain, Sadik Torulmaz alias Abdul Azis (warga Uighur, Tiongkok), Agus Suryanto Farhan alias Ayub, Ahmad Madura, Udin Malino alias Rambo, Thuram Ismail alias Joko (Uighur).

Ponda alias Dodo, Anto alias Tiger alias Yuda (Bima), Batuhsan magalazi alias Faruq (Uighur), Nuretin Gundogdu alias Abdul Malik, Mustafa genc alias Mushab(Uighur), Yazid alias Taufik, Firman alias Aco alias Ikrima dan Ubaid alias Sucipto.

Kemudian lima orang tertangkap dalam kondisi hidup yakni Jaelani Efendi alias Jiha alias Azis alias Jae, Musa al Qosam alias Saad alias Brother, Muh Sonhaji alias Faqih, Ibad alias Amru dan Samil alias Nunung. Sementara satu orang yang menyerahkan diri Irfan Maulana alias Akil.