Pakar: Pencabutan Perda Turunkan Kepercayaan Wajib Pajak

id pajak

Pakar: Pencabutan Perda Turunkan Kepercayaan Wajib Pajak

Ilustrasi (antaranews)

Kalau Perda itu dihapus, risikonya Pemkot tidak dapat lagi sumber PAD dan risikonya wajib pajak bisa-bisa tidak percaya lagi kepada pemerintah di daerah
Palu,  (antarasulteng.com)- Pakar Hukum Administrasi Keuangan dan Perpajakan pada Universitas Tadulako Palu Dr Timudin Dg Mangera mengatakan pencabutan Perda Nomor 1/2011 tentang Pajak Daerah Kota Palu yang ikut dihapus Mendagri dikuatirkan berdampak menurunnya kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah di daerah.

"Kalau Perda itu dihapus, risikonya Pemkot tidak dapat lagi sumber PAD dan risikonya wajib pajak bisa-bisa tidak percaya lagi kepada pemerintah di daerah," katanya di Palu, Minggu.

Pendapat tersebut menanggapi dihapusnya salah satu Perda Pajak Daerah di Kota Palu oleh Menteri Dalam Negeri bersamaan dengan 3.142 Perda lainnya di Indonesia.

Timudin mengatakan Kementerian Dalam Negeri harus mengkaji kembali atas sejumlah Perda yang dihapus tersebut.

"Sebab dalam penetapan Perda itu setahu saya tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," katanya.

Akibat dicabutnya Perda Nomor 1/2011 tersebut menimbulkan reaksi dari pemerintah Kota Palu karena semua pajak yang diatur sesuai undang-undang sudah tertuang dalam Perda tersebut.

Sementara sumber pendapatan asli daerah terbesar pemerintah Kota Palu bersumber dari pajak daerah sehingga pemerintah terancam kehilangan sumber pendapatan yang mencapai Rp200 miliar.

Pemerintah Kota Palu sendiri, rencananya akan mengkonsultasikan kembali ke Kementerian Dalam Negeri prihal pencabutan Perda tersebut.

Menurut Timudin, setelah mempelajari Perda yang dicabut tersebut rujukannya jelas sehingga dianggap tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. 

"Perda Nomor 1/2011 itu sudah sesuai ketentuan yang berlaku. Rujukannya jelas," katanya.

Dia mengatakan Perda tersebut sudah sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 bahwa Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

"Maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," katanya.

Dijelaskannya bahwa Undang-Undang 28/2009 itu sudah jelas jenis-jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, parkir, air tanah, sarang burung walet, PBB perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

"Kalau Perda ini dianggap menghambat investasi, nanti dilihat pada poin mana dinilai menghambat investasi," katanya.

Timudin mengatakan kewenangan memungut pajak tersebut telah diberikan kepada daerah sehingga Pemerintah Kota Palu menetapkan dalam satu keputusan peraturan daerah dan ditetapkan pada 2011.

Dia mengatakan pemerintah daerah juga diberikan kewenangan sesuai Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 285.

Dalam pasal itu disebutkan, bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah yakni pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

"Jadi aspek mana yang dilanggar Perda pajak daerah itu. Inilah yang harus dikonsultasikan ke pemerintah pusat sehingga kepercayaan wajib pajak tidak menurun," katanya.