Pemkab Parimo Ciptakan Costume Carnival Untuk FPTT

id Parimo, Carnaval, Festival

Pemkab Parimo Ciptakan Costume Carnival Untuk FPTT

Para penari dari Sanggar Seni Parigata yang membawa Parigi Moutong meraih juara umum pada Parade Budaya Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta beberapa waktu lalu.(humas)

“Saya contohkan di Tinombo, kami berpikir pemahaman di kota lebih cepat dan di desa lebih lambat. Ternyata perkiraan kami salah. Di Tinombo hanya dalam waktu sehari hari costumenya sudah selesai,” ujar alumnus Seni Rupa ITB itu.
Parigi (antarasulteng.com) – Satu lagi terobosan dilakukan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong di bidang seni dan budaya. Daerah yang memiliki garis pantai sepanjang 472 km ini sedang merintis sekaligus menciptakan 'costume carnival'. 

Pemerintah Kabupaten Parimo menggandeng Jurusan Tata Busana Universitas Negeri Malang (UNM) yang selama ini dikenal memiliki prestasi internasional di bidang 'costum carnival'. 

Rencananya, pembuatan 'costume carnival' ini akan dilombakan pada event Festival Pesona Teluk Tomini (FPTT) Oktober 2016 mendatang. 

Sebelum event itu dihelat, Pemkab Parimo melalui Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata menggelar workshop pembuatan 'costume carnival' selama dua hari di dua.

Hasilnya di luar dugaan. Agus Sunandar SPd MM, salah seorang dosen tata busana dari Universitas Negeri Malang yang juga sebagai instruktur workshop itu mengatakan, para peserta mampu menciptakan 'costume carnival' itu hanya dalam waktu dua hari.

Menurutnya, antusiaisme peserta sangat besar, sehingga hanya dua hari itu 'costume carnival' itu sudah selesai dibuat. Bahkan, di Tinombo hanya dalam waktu sehari sudah selesai dibuat.

“Saya hanya dua jam menjelaskan, tentang bagaimana proses costume carnival, kemudian dibantu teman-teman dari Universitas Negeri Malang, kita bimbing mereka. Ternyata hari pertama mereka sudah bisa membuat desainnya dan hari kedua sudah selesai. Costume sudah jadi dan alhamdulillah hasil yang didapatkan tidak kalah dengan yang kami bawa dari Malang. Bahkan ada yang lebih kreatif,” papar Agus Sunandar.

Idealnya kata Agus, workshop seperti itu dilaksanakan tiga hari seperti yang pernah dilakukan di Jawa. Namun, di Kabupaten Parigi Moutong, kerativitas peserta sangat tinggi, sehingga mampu menghasilkan karya hanya dalam waktu relatif singkat. 

“Saya contohkan di Tinombo, kami berpikir pemahaman di kota lebih cepat dan di desa lebih lambat. Ternyata perkiraan kami salah. Di Tinombo hanya dalam waktu sehari hari costumenya sudah selesai,” ujar alumnus Seni Rupa ITB itu.

Sistem pelatihan yang dilakukan adalah peserta diberikan modul, lalu membuat pola yang sudah dirancang, selanjutnya peserta mengikutinya.

“Karena ini masih tahap awal, targetnya mereka kenal dan bisa membuat dulu. Selanjutnya diharapkan dari pelatihan ini mereka bisa berkreasi sendiri di luar waktu pelatihan,” ujar pria yang sudah berkeliling ke delapan negara untuk pementasan fashion carnival itu.

Bahan-bahan yang digunakan dalam ornamen costume itu juga sangat murah dan mudah didapat.

Ia berharap ke depan para peserta bisa mengembangkan desain itu sesuai kearifan lokal di Kabupaten Parigi Moutong.  

“Bisa menggunakan daun lontar, itu bagus sekali dan saya sudah arahkan ini bisa dieksplorasi dimanafaatkan untuk hiasan-hiasan costume carnival. Jangan sampai ada kesan yang muncul costumenya malah jadi seperti Malang Fashion Carnival," katanya. 

Dia berharap perhelatan Oktober nanti bentuknya sudah harus berciri khas Kabupaten Parigi Moutong, sehingga menjadi ciri khas event di suatu daerah, seperti Jember Fashion Carnival yang pertama kali digelar di Indonesia, Malang Flour Carnival, Batik Solo Carnival, Banyungwani Carnival, Jakarta Carnival.

“Apalagi di Sulawesi Tengah belum pernah ada event fashion carnival. Kiblat dunianya ada Brazil Rio Dejenero dan Venesia di Spanyol. Kalau ini terbentuk, apalagi rencannaya bulan Oktober akan dikemas dalam sebuah event, insya Allah ini akan menjadi yang pertama di Pulau Sulawesi,” harapnya.

Selain itu, ia berharap ke depan event ini akan diarahkan berstandar internasional, baik dari sisi pelaksanaannya maupun kemasan acaranya sehingga bisa go internasional. 

“Kami tidak hanya ingin mengajarkan ilmunya tapi ingin membagi pengalaman bahwa suatu saat kegiatan kebudayaan ini bisa dinikmati di luar negeri,”pungkasnya. 

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Setda Parimo, Syamsu Nadjamuddin mengatakan seluruh haisl karya 'costume carnival' yang dibuat oleh Kabupaten Parimo akan patenkan. Sehingga ketika ada daerah lain yang berminat memesan costume tersebut tidak bisa dilepaskan dari nama Kabupaten Parimo. 

Ke depan juga pemanfaatan costume carnival ini akan dikoordinir oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). 

”Jadi kalau ada yang bernimat memesan atau meminjam bisa berhubungan dengan dekranasda Kabupaten Parigi Moutong,” ungkapnya.***/R007