Palu, (antarasulteng.com) - Petani plasma di Kabupaten Morowli Utara, Provinsi Sulawesi Tengah mengeluh hingga kini mereka belum juga menerima konpensasi lahan dari pihak perusahaan perkebunan kepala sawit di daerah itu.
"Sudah berjalan delapan tahun terakhir ini, PT Kirana Sinar Gemilang belum juga memberikan biaya konpensasi atas lahan masyarakat yang digunakan untuk kebun sawit," kata E Mangkinda, tokoh masyarakat asal Desa Po`ona, Kecamatan Lemboraya, Rabu.
Ia mengatakan khusus di Desa Po`ona ada sekitar 150 petani plasma sawit yang tanahnya digunakan untuk pengembangan komoditas perkebunan tersebut.
Data sementara untuk penanam sawit tahap pertama sekitar 500 hektare.
Perjanjian awal dengan anak perusahaan dari PT Sinar Mas, jika sawit sudah berhasil, maka petani plasma pemilik lahan akan menerima konpensasi dari perusahaan.
Namun, kata Mangkida yang juga Ketua BPD Desa Po`ona, hingga kini pihak perusahaan belum juga merealisasi biaya konpensasi dimaksud.
"Kami sudah pernah bertemu dengan pimpinan PT Kirana Sinar Gemilang dan perusahaan tetap bersedia memenuhi hak-hak petani plasma, tetapi belum juga direalisasi," katanya.
Alasan dari perusahaan itu, kata Mangkinda, sawit yang dikembangkan di areal lahan masyarakat di Desa Po`ona maupun desa-desa lainnya di Kecamatan Lemboraya, Kabupaten Morowali Utara belum merata berbuah.
Pihak perusahaan sebelumnya telah sepakat untuk bagi hasil dengan para petani plasma 65-35 persen.
Dalam pertemuan dengan pihak perusahaan dan pemerintah kecamatan dan desa, juga disepakati segera membentuk koperasi petani plasma.
Pembentukan koperasi dimaksud juga hingga kini belum terealisasi. Bahkan dalam pertemuan petani meminta perusahaan sawit untuk tidak menebang tanaman-tanaman produktif yang ada di setiap lahan milik petani.
Tetapi dalam kenyataannya, ada sebagian tanaman produktif milik masyarakat juga ikut ditebang. "Ini jelas merugikan petani,"katanya.
Hal senada juga disampaikan Manda, seorang petani dan tokoh masyarakat di Kecamatan Lemboraya.
Ia membenarkan ratusan petani plasma sawit di wilayah tersebut hingga kini terus mempertanyakan soal konpensasi bagi hasil produksi sawit yang sempai sekarang ini belum juga direalisasi pihak perusahaan.
Ia juga mengatakan sebelumnya, saat penggodokan calon petani plasma (CPP) antara perusahaan dengan aparat pemerintah desa sama sekali tidak melibatkan BPD dan LPM Desa Po`ona.
"Penggodokan CPP hanya melibatkan pihak perusahaan dengan aparat pemerintah desa. Kami dari BPD dan LPM tidak pernah diikutsertakan," katanya dengan nada kecewa.
Menurut dia, seharusnya dalam penentuan CPP perlu melibatkan semua pihak, termasuk BPD dan LPM setempat.
Kabupaten Morowali Utara merupakan daerah pengembangan sawit dan karet di Provinsi Sulteng. Struktur tanah dan iklim sangat cocok untuk budidaya tanaman perkebunan sawit dan karet.
Berita Terkait
Airlangga Hartarto: Hilirisasi sawit RI tetap dilanjutkan
Jumat, 29 Maret 2024 4:57 Wib
Akademisi Untad Tadulako: Pabrik sawit perlu dibangun di Sulteng
Jumat, 22 Maret 2024 20:04 Wib
Ahlis Djirimu, industri sawit mainkan peran sentral ekonomi daerah
Jumat, 22 Maret 2024 15:52 Wib
Kementan: Potensi lahan peremajaan sawit rakyat capai 1 juta hektare
Rabu, 6 Maret 2024 7:50 Wib
Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
Minggu, 3 Maret 2024 5:03 Wib
Gapki siap bantu tingkatkan produksi beras melalui tumpang sari
Rabu, 28 Februari 2024 12:15 Wib
Regulasi jadi kendala peremajaan sawit belum capai target
Selasa, 27 Februari 2024 14:28 Wib
Pemerintah usul kenaikan dana peremajaan sawit jadi Rp60 juta/hektare
Selasa, 27 Februari 2024 14:16 Wib