Dewan penasihat Belanda sarankan akhiri adopsi anak dari luar negeri

id anak

Dewan penasihat Belanda sarankan akhiri adopsi anak dari luar negeri

Ilustrasi (antara)

Amsterdam (antarasulteng.com) - Dewan penasihat Belanda, Rabu (2/11), mengatakan negara tersebut harus menghentikan adopsi dari luar negeri karena kerusakan yang ditimbulkan pada sistem perlindungan anak di negara-negara asal mereka lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima anak secara individu.

Pemerintah Belanda harus memutuskan apakah akan melaksanakan atau tidak, saran yang diminta dari Dewan independen Administrasi Peradilan Pidana dan Perlindungan Remaja, yang mengawasi perlindungan anak di Belanda.

Perjanjian internasional mengenai adopsi memungkinkan anak-anak untuk menjalani adopsi dari luar negeri jika semua kemungkinan untuk menempatkan anak-anak itu dengan keluarganya di negara asal mereka telah habis.

Dewan tersebut menemukan bahwa hampir mustahil untuk memastikan bahwa kemungkinan itu sudah tidak ada. Dewan mengatakan sistem saat ini telah mendorong penjualan anak untuk diadopsi.

"Adopsi menciptakan efek perangsang. Keinginan untuk memiliki anak menciptakan pasokan anak-anak yatim piatu (di luar negeri)," kata dewan penasihat dalam laporannya.

Tahun lalu, sekitar 304 anak-anak luar negeri diadopsi di Belanda. Jumlah itu turun dari angka 1.185 pada satu dekade lalu.

Akan tetapi, mereka yang diadopsi saat ini biasanya sudah lebih tua dan kerap anak-anak dengan kebutuhan psikologis dan fisiologis khusus, yang mendorong pemerintah untuk meminta saran pada dewan penasihat.

Sebagai langkah awal, dewan merekomendasikan bahwa adopsi dari Tiongkok, Amerika Serikat dan Eropa dihentikan sesegera mungkin.

Dewan mengatakan tidak mungkin pemerintah Belanda bisa yakin bahwa adopsi dari Tiongkok tidak termotivasi masalah finansial.

Dikatakan juga oleh dewan, tidak masuk akal bahwa semua kemungkinan menempatkan anak-anak Eropa dan AS dengan keluarganya di negeri mereka sendiri telah habis, sehingga adopsi oleh sebuah keluarga di Belanda tidak akan pernah dibenarkan. Demikian laporan Reuters.

(Uu.R030/T008)