Ombudsman Sulteng Tangani Tujuh Pengaduan ADD

id dana

Ombudsman Sulteng Tangani Tujuh Pengaduan ADD

Ilustrasi (antaranews)

Pengaduannya macam-macam, mulai dari dugaan mal administrasi sampai dugaan korupsi
Palu,  (antarasulteng.com) - Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah menangani tujuh pengaduan dari masyarakat terkait pengelolaan alokasi dana desa dan dana desa di sejumlah kabupaten di provinsi itu.

"Pengaduannya macam-macam, mulai dari dugaan mal administrasi sampai dugaan korupsi," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah di Palu, Jumat.

Dikatakan, penggunaan alokasi dana dana yang bersumber dari kabupaten dan dana desa dari APBN juga bagian dari pengawasan Ombudsman karena sumber anggarannya berasal dari keuangan negara dan daerah.

Menurut Sofyan daerah yang masuk dalam pengaduan tersebut yakni Kabupaten Sigi, Tolitoli, Buol dan Poso.

Dari jumlah pengaduan yang masuk semuanya telah tertangani bahkan Ombudsman mengeluarkan rekomendasi kepada bupati untuk mencopot kepala desa yang tidak bbisa lagi ditolerir.

Sofyan mengatakan jenis pengaduan yang masuk antara lain realisasi pembiayaan yang tidak sesuai perencanaan, penyalahgunaan kewenangan, untuk kepentingan pribadi kepala desa dan dugaan korupsi.

"Kalau maladministrasi kami menyarannkan untuk perbaikan, tetapi kalau sudah penyalahgunaan kewenangan itu harus diproses hukum," katanya.

Kasus penggunaan dana desa terjadi di salah satu desa di Kabupaten Poso disarankan untuk diberhentikan dari jabatannya.

"Keputusan dilakukan melalui rapat koordinasi penyelesaian masalah yang melibatkan pemerintah daerah," katanya.

Sofyan mengatakan Ombudsman terbuka menerima laporan dari masyarakat terkait alokasi dana desa tersebut.

"Harus ada keberanian dari masyarakat atau unsur pemerintah desa. Kalau ada pasti kami tindaklanjuti," katanya.

Menurut Sofyan jika pengawasan terhadap alokasi dana desa tidak diawasi secara intensif akan menjadi peluang besar korupsi oleh oknum kepala desa.

Dia mengatakan dengan banyaknya anggaran untuk pembangunan desa yang mencapai Rp1 miliar per tahun, menjadi salah satu penarik untuk orang berniat buruk merebut jabatan kepala desa.