Nelayan Balaesang Tanjung komitmen musuhi pembom ikan

id DKP

Nelayan Balaesang Tanjung komitmen musuhi pembom ikan

Ktua Forum KUB Pasoso, Kecamatan Balaesang Tanjung Moh. Najib. (Antarasulteng.com/Rolex Malaha)

Pokmaswas: pemboman ikan menurun setelah mendapat sentuhan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng.
Desa Malei, Donggala (antarasulteng.com) - Para nelayan di seluruh desa se-Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, berkomitmen untuk memusuhi dan memerangi pelaku penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan kimia serta bahan-bahan alami untuk meracun ikan.

"Penggunaan bom ikan dan racun di wilayah ini, terutama di sekitar Pulau Pasoso memang masih ada pak, tapi pelaku-pelakunya kebanyakan dari luar wilayah sini, bukan nelayan lokal," kata Muhammad Najib, Ketua Forum Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan Kecamatan Balaesang Tanjung yang ditemui usai berdialog dengan tim monitoring Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng.

Menurut Najib, beberapa tahun lalu memang diakui masih banyak nelayan lokal membom dan membius ikan, namun setelah mulai ada sentuhan pembinaan dari DKP Sulteng pada 2015, perlahan-lahan nelayan meninggalkan cara-cara melanggar hukum itu.

"Ada seorang nelayan di Desa Palau. Dia dulu adalah pelaku pemboman ikan, namun setelah mendapatkan bantuan dari DKP Sulteng berupa pukat, sekarang dia tidak lagi melakukan hal itu. Kesulitannya dia saat ini adalah tidak adanya kapal untuk mengangkut hasil tangkapannya ke tempat pelelangan ikan," katanya.

Hal yang sama dikemukakan Angga, anggota kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) kejahatan di laut dari Desa Walandano yang mengakui bahwa aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom dan racun ikan masih ada, tetapi pelakunya dari luar kecamatan ini.

"Kami masih sering memergoki pelaku pemboman ikan di laut, tetapi masalahnya kami tidak bisa segera melaporkan kepada petugas TNI AL atau Polair atau penyidik PNS Dinas KP Sulteng karena tidak ada alat komunikasi. Kami punya HP (telepon seluler) tapi signal disini sulit sekali karena belum ada pemancar dari salah satu operasi telepon seluler," ujarnya.

"Akibatnya, kami harus mencari dulu lokasi yang ada signal HP baru bisa melapor. Sementara kami mencari signal atau menunggu petugas datang, pelakunya sudah melarikan diri. Jadi, para pelaku pemboman ikan di sini tidak pernah kapok," ujarnya saat berdialog dengan tim DKP Sulteng dipimpin Kepala Seksi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Iffat Burhan, S.Pi, MSi.

Pada pertemuan di Desa Malei yang dihadiri Camat Balaesang Tanjung Masuddin, S.Pd tersebut, Angga meminta bantuan alat komunikasi handy-talki (HT) kepada Kepala Dinas KP Sulteng agar pelaporan kasus bisa lebih cepat.

"Kami juga meminta agar bila menerima laporan kami, tolong itu petugas segera turun, jangan tunda-tunda waktu karena pelakunya tidak sampai lolos. Sudah berapa kali kami melaporkan pemboman ikan, tetapi karena petugas terlalu lambat tiba di lokasi, ya pelakunya keburu melarikan diri," ujar Angga yang dibenarkan para nelayan lainnya.

Sedangkan Darton, anggota pokmaswas Desa Palau berharap kepada DKP Sulteng untuk terus melakukan pendampingan kepada nelayan setempat agar praktik-praktik kejahatan dalam penangkapan ikan di laut bisa terus diminimalisasi.

"Bantuan-bantuan yang diberikan DKP ke nelayan Balaesang Tanjung selama dua tahun terakhir sangat disyukuri, namun karena pendampingan kepada nelayan tidak intensif, sehingga bantuan-bantuan tersebut belum memadai hasilnya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Akibatnya praktik bom ikan dan bius ikan masih jalan," ujarnya.

Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKP Sulteng Moh. Edwar Yusuf, S.Pi, MSc mengakui Balaesang Tanjung masih merupakan wilayah yang rawan terjadi penangkapan ikan secara ilegal.

"Karena itu tahun ini kami mulai memberikan pemberdayaan dengan menyalurkan bantuan kapal pengawas berupa perahu bermesin 23 PK sebanyak dua buah untuk petugas pengawas (pokmaswas) untuk menjalankan tugas mereka namun bisa juga dipakai untuk menangkap ikan guna meningkatkan pendapatan," kata Edo, panggilan akrab Muh. Edwar Yusuf.

Serap aspirasi nelayan

Ketua tim monitoring DKP Sulteng ke Kecamatan Balaesang Tanjung Iffat Burhan menjelaskan bahwa kunjungan yang melibatkan para pejabat lintas bidang di DKP Sulteng itu dimaksudkan untuk menyerap aspirasi nelayan setempat terkait tindak lanjut program pembangunan kawasan perikanan terpadu berbasis perikanan tangkap pada 2017.

"Kita ingin melihat bagaimana kondisi nelayan saat ini, apa kebutuhan mereka yang mendesak untuk kita antisipasi dalam program tahun 2017, baik terkait alat tangkap, keorganisasian nelayan (Forum KUB) maupun perizinan dan aspek-aspek lainnya," ujarnya.

Kecamatan Balaesang Tanjung memiliki delapan desa yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Di kecamatan ini sudah terbentuk 32 KUB dan tujuh KUB sedang diproses. Semua KUB itu sudah memiliki sebuah forum tetap yang disebut Forum KUB Nelayan Pasoso. Salah satu KUB di kecamatan ini sudah berubah bentuk menjadi koperasi.

Program pembangunan kawasan perikanan terpadu berbasis perikanan tangkap dimulai pada 2015 dan dari kegiatan pertama, DKP Sulteng sudah menyentuh para nelayan setempat dengan berbagai bantuan dan stimulus seperti bantuan kapal penangkap ikan 5-10 GT tiga buah, pembangunan tambatan perahu di Desa Palau, dermaga untuk kegiatan bongkar muat ikan di Desa Malei, rstoking ikan di Danau Rano, bantuan pukat, keramba dan budidaya rumput laut serta berbagai pelatihan untuk pengolahan hasil perikanan.

Dalam dialog yang digelar di Desa Palau dan Malei, para nelayan mengeluhkan sulitnya memasarkan ikan karena tidak memiliki kapal pengangkut yang memadai, kurangnya alat tangkap, sulitnya transportasi jalan darat, tidak adanya sarana tambat perahu serta jaringan komunikasi yang sulit karena belum memadainya signal telepon seluler menjangkau daerah mereka.

Secara keseluruhan, kata Iffat, nelayan sangat kekurangan es untuk mengawetkan hasil tangkapan agar tetap segar dan bernilai jual tinggi, kelangkaan bahan bakar untuk melaut, kebanyakan desa belum dijangkau aliran listrik PLN dan ketersediaan sumber air tawar sangat terbatas.