Nasabah gugat Bank BRI Cabang Palu

id BRI

Nasabah gugat Bank BRI Cabang Palu

Neni Triana (kiri), nasabah yang menggugat Bank BRI Palu ke PN setempat, karena merasa didzolimi dalam pelelangan aset atas kreditnya yang macet di bank tersebut. (Antarasulteng.com/Fauzi)

Bank tidak mengenal istilah jaminan pokok dan jaminan pendukung, tapi jaminan debitur.
Palu (antarasulteng.com) -  Salah seorang kuasa debitur dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Palu mengelukan tindakan pihak Bank BRI Cabang Palu yang melakukan pelelangan atas agunan pinjaman secara sepihak, sehingg masalah ini terpaksa digugat secara perdata ke pengadilan negeri setempat.

"Yang menjadi jaminan pokok dalam pengambilan kredit di BRI adalah sertifikat tanah dan bangunan kos-kostan milik kakak saya, sementara jaminan pendukung adalah sertifikat bangunan ruko milik ayah saya. Tapi anehnya, yang dilelang terlebih dahulu adalah agunan pendukung," kata Anwar Sadat, kuasa penggugat atas nama Neni Triana di Palu, Rabu.

Anwar menjelaskan awalnya Neni Triana yang merupakan saudaranya, mengambil kredit usaha di Bank BRI Cabang Palu dengan jaminan sertifikat tanah dan bangunan rumah kost. Namun karena nilai jaminan kurang dari plafon pinjaman, maka ayahnya (H. Abdul Salam) memberikan jaminan tambahan berupa satu sertifikat dengan bangunan tiga unit rumah toko (Ruko) di atasnya.

"Pinjaman kakak saya sebesar Rp650 juta dalam bentuk rekening koran, setelah berjalan satu tahun, dia mengalami masalah dalam usaha dan terlambat membayar angsuran," ungkapnya.

Setelah itu, pihak keluarga mendapatkan surat peringatan dan pemberitahuan bahwa jaminan akan dilelang. Karena adanya niatan baik, pihaknya kemudian menyetorkan sebesar Rp20 juta melalui Dasri yang juga karyawan Bank BRI agar aset itu tidak dilelang.

"Tapi satu bulan kemudian, kami mendapatkan informasi dari seseorang bernama Gazali bahwa jaminan atas nama H. Abdul Salam berupa ruko tiga unit telah laku lelang," kata Anwar.

Atas dasar informasi itu, Neni Triana bersama H. Abdul Salam mencari informasi ke BRI Cabang Palu, terkait siapa pemenang lelang. Namun pihak BRI mengatakan bahwa itu rahasia perbankan dan dipersilahkan ditanyakan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

"Selama tiga hari berturut-turut, saya dan ayah saya, bolak-balik dari BRI ke KPKNL hanya untuk menanyakan siapa pemenang lelangnya, istilahnya kami dipingpong ke sana kemari," katanya lagi.

Namun akhirnya pihak keluarga mengetahui bahwa pemenang lelang adalah Haji Amjad. Namun beberapa hari kemudian salah seorang pegawai BRI yang bernama Yudi mengirimkan tiga orang preman untuk memaksa H.Abdul Salam mengosongkan ruko yang juga sebagai tempat tinggal keluarganya itu.

"Preman itu memberikan waktu satu minggu untuk mengosongkan atau meminta kami menyiapkan uang Rp600 juta sebagai ganti rugi kepada pemenang lelang," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Anwar, Haji Amjad mengakui bahwa dia membeli ruko itu dari BRI dengan harga Rp600 juta. Sementara hasil risalah lelang yang didapatkan harga lelang ruko itu hanya Rp410 juta.

"Atas kejadian itu, kami telah melaporkan secara perdata BRI Palu di Pengadilan Negeri Palu," tambah Anwar.

Anwar dan keluarga menduga bahwa lelang tersebut sengaja direkayasa oleh pihak BRI Palu dan lebih aneh lagi, mengapa jaminan pokok tidak dilelang terlebih dahulu, tetapi hanya jaminan tambahan yang dilelang oleh BRI.

"Jika dihitung harga 3 unit Ruko itu sebesar Rp3,6 miliar di tahun 2012," tutup Anwar.

Sementara itu pihak BRI Cabang Palu yang dikonfirmasi melalui seorang petugas administrasi bernama Arifin mengatakan bahwa dalam prosedur pelelangan aset dilakukan setelah memberikan surat peringatan selama tiga kali berturut-turut kepada nasabah.

"Kalau surat peringatan ketiga tidak dilaksanakan, kita lakukan negosiasi dulu, kalau memang tidak bisa lagi, baru kita lakukan lelang dengan bermohon ke KPKNL," katanya.

Terkait berapa lama surat peringatan diberikan setelah debitur macet dalam membayar, Arifin menekankan bahwa kalau sudah menunggak langsung diberikan surat.

Terkait soal agunan yang sudah masuk permohonan lelang di KPKNL apakah dapat dinegosiasikan lagi, dia menjawab bahwa itu sangat bisa dilakukan.

"Bisa pak, semua bisa, karena lelang itu jalan terakhir. Besok pagi dilakukan pelelangan, malam ini kami masih bisa menunggu upaya negosiasi yang dilakukan oleh debitur dengan kredit macet itu," ujrnya memberi contoh.

Sebenarnya, kata dia, yang dinginkan bank adalah bukan asetnya yang dilelang, tetapi bagaiman debitur itu bisa membayar kredit mereka. Sementara soal informasi siapa pemenang lelang agunan, itu bukan rahasia bank dan bisa diberikan kepada nasabah.

"Bisa pak, kenapa tidak bisa, itu bukan rahasia bank," ujarnya menjelaskan.

Semua bank, kata dia, tidak menginginkan adanya lelang, yang diinginkan adalah semua kewajiban debitur yang telah dibuat diawal bisa dilunasi.

Pihak Bank kata Arifin, tidak mengenal yang namanya jaminan pokok dan jaminan pendukung, tetapi yang ada jaminan deditur.

"Kalau macet, yang dilelang adalah yang mana laku duluan," ungkapnya.

Sebelum pelelangan, kata dia, pihaknya juga melakukan mekanisme pengosongan sehingga tempat itu harus dikosongkan sebelum dilelang.

Bagi Arifin siapa saja yang merasa agunannya dilelang dan merasa tidak puas, silahkan melakukan gugatan karena semua orang sama di mata hukum.