Aktivitas Tambang Palu-donggala Ganggu Kenyamanan Transportasi

id jalan

Aktivitas Tambang Palu-donggala Ganggu Kenyamanan Transportasi

Ilustrasi proyek jalan (Foto ANTARA / Rekotomo)

Palu,  (antarasulteng.com) - Pakar transportasi dari Universitas Tadulako Palu Dr Taslim mengatakan aktivitas tambang batu pecah di sepanjang ruas jalan trans Sulawesi Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, sudah mengganggu kenyamanan transportasi di jalan utama tersebut.

Selain itu fungsi jalan arteri primer pada ruas jalan itu juga tidak dapat terpenuhi karena terganggu aktivitas pengangkutan dari lokasi eksploitasi ke pelabuhan di sejumlah titik.

"Ruas jalan itu adalah nasional. Minimal kecepatan kendaraan 60 kilometer per jam, tetapi itu tidak dapat terpenuhi karena aktivitas angkutan batu yang menyeberang jalan," kata Taslim di Palu, Senin, menanggapi rencana Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah untuk mendalami dugaan mal-administrasi pada 21 titik aktivitas tambang jalan poros Palu-Donggala.

Taslim menyambut positif rencana Ombudsman tersebut karena dari sisi pengamatan transportasi, ruas jalan tersebut sudah mengalami gangguan berupa debu dan aktivitas angkutan material dari lokasi penggalian di lereng gunung ke pelabuhan yang memotong jalan nasional.

Dia mengatakan kriteria jalan nasional ruas kiri-kananya harusnya jalan terbatas.

"Artinya tidak semua fungsi lahan pada kiri dan kanan jalan langsung mengakses ke jalan," katanya.

Sementara faktanya, kata dia, semua aktivitas tambang memotong akses jalan karena eksploitasi berada di bagian atas jalan, sementara pemuatan material berada di bagian bawah jalan.

"Sedangkan fungsi perkantoran saja tidak boleh apalagi untuk pertambangan dengan kendaraan berat dan memotong jalan menuju pelabuhan," katanya.

Menurut Taslim, aktivitas pertambangan di poros jalan Palu-Donggala tersebut telah berdampak besar pada kelancaran transportasi karena kendaraan yang memotong jalan adalah kendaraan berat dengan intensitas tinggi pada di puluhan titik.

"Semua kendaraan yang melintasi di jalan itu harusnya ditutup terpal," katanya.

Taslim mengatakan dampak dari aktivitas di sejumlah lokasi tersebut tidak dapat dihindari terutama terhadap gangguan lalulintas dan polusi.

"Karena tambang di atas jalan sementara pelabuhan di bawah jalan. Dan parahnya lagi setiap perusahaan bikin pelabuhan masing-masing," katanya.

Dirinya menyarankan pemerintah daerah agar memberikan persyaratan khusus kepada pelaku usaha tambang agar menggunakan jembatan (belt conveor), sehingga tidak ada ada lagi kendaraan yang melintas jalan trans Sulawesi itu.

"Itu risikonya juga kecil," katanya.

Selain itu, kata dia, seharusnya ada satu titik jalan yang menghubungkan satu lokasi dengan lokasi tambang lainnya yang berdekatan sehingga hanya ada beberapa pintu keluar pengangkutan material.