Catatan Akhir Tahun - Kakao Tetap Jadi Primadona Sulawesi Tengah

id kakao

Catatan Akhir Tahun - Kakao Tetap Jadi Primadona Sulawesi Tengah

Petani menjemur kakao (antaranews)

Palu, (antarasulteng.com) - Lelaki bercelana pendek warna hitam tanpa sehelai baju yang melekat di tubuhnya itu terlihat sedang menjemur biji kakao di depan rumahnya di Desa Bunga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Di tengah teriknya matahari, Hamsen (65) tampak menghampar biji kakao yang baru saja dikeluarkan dari dalam daging buahnya, sebelum dijual atau diolah menjadi aneka produk cokelat.

Karena halaman rumahnya yang tidak cukup luas untuk menjemur hasil panen, maka terpaksa menggunakan sebagian badan jalan raya untuk tempat menghampar biji kakao.

Kakek dari sejumlah cucu itu terlihat cukup senang. Itu tergambar dari raut wajahnya meski sudah mulai keriput karena termakan usia.

"Nak, ini hasil kerja keras selama bertahun-tahun menanam kakao," katanya.

Dia mengaku tinggal di desa Bunga sejak tahun 70-an dan pada waktu itu baru sedikit orang yang menanam kakao. "Saat itu yang banyak ditanam adalah cengkih," kata dia.

Kakao baru dikembangkan secara besar-besaran oleh masyarakat yang ada di sejumlah desa di Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi pada era 80-an.

Harga biji kakao di pasaran saat ini hanya sekitar Rp1.000/kg. Kemudian harganya terus membaik dan pada saat terjadi krisis moneter atau krismon sempat melonjak tajam hingga 30.000/kg.

Dan saat itu, kata Hamsen, hanya petani kakao yang sama sekali tidak merasakan dampak dari krisis moneter yang melanda sejumlah negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Bagi petani kakao, krismon justru membawa berkah besar karena harga biji kakao tiba-tiba langsung melonjak tajam.

Bahkan ketika itu, ada banyak petani yang menjadi kaya raya, termasuk di desanya.

Dari hasil komoditas kakao, ia mengaku sempat membeli sekaligus dua kendaraan. "Itu karena hasil dari kakao," kata dia.

Sekarang ini, saat usianya yang sudah semakin lanjut, ayah lima anak dan kakek puluhan cucu serta cece/cicit itu, kini tinggal menikmati hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun menggantungkan hidup keluarganya dari berkebun kakao.

"Ya semuanya karena kerja keras dan juga tetap rajin beribadah kepada Tuhan," katanya.

Menurut dia, kunci dari semua keberhasilan kita selain karena bekerja keras, juga harus taat dan rajin beribadah.

Jangan lupa bahwa kekuatan, kesehatan dan umur panjang, semuanya dari Tuhan. "Kalau kita sehat, maka kita bisa bekerja dan berusaha," ujarnya.

Desa Bunga merupakan salah satu dari sejumlah desa di Kecamatan Palolo yang terkenal dengan komoditas utama dan primadonanya adalah kakao.

Desa yang terletak di poros jalan Kota Palu-Napu tersebut, masyarakatnya terbilang cukup sejahtera dan makmur karena rata-rata pekerja keras.

Sangatlah pantas jika tingkat ekonomi mereka cukup bagus karena masyarakat yang ada di desa itu rata-rata petani yang rajin.

Berharap

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola sebelumnya mengatakan bahwa daerahnya memiliki delapan komoditas unggulan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan juga perolehan devisa ekspor.

Salah satu dari delapan komoditas yang menjadi primadona sejak dari beberapa tahun silam hingga kini dan ke depan adalah kakao.

"Kakao masih merupakan komoditas primadona daerah kita," kata Gubernur Longki saat menghadiri kegiatan Peringatan Hari Perkebunan Tingkat Provinsi Sulteng di Kota Palu pekan lalu.

Iapun sangat berharap pada 2017 produksi kakao petani di daerah itu bisa kembali meningkat.

"Kalau produksi meningkat yang untung petani sendiri," katanya.

Gubernur Longki juga mengungkapkan, Sulteng beberapa tahun sebelumnya sempat mengekspor kakao dengan menghasilkan devisa sebesar 300 juta dolar AS.

Karena itu, kakao merupakan salah satu komoditas unggulan petani di Provinsi Sulteng selain kopi, cengkih, kelapa sawit, karet, kepala dalam dan kemiri.

Meski pada 2015, produksi kakao petani di daerah ini sempat turun akibat berbagai faktor selain karena serangan hama, juga dampak dari kemarau panjang.

Kemarau panjang yang melanda wilayah Sulteng pada tahun 2015, kata Gubernur Longki telah menyebabkan banyak tanaman kakao petani mati kekeringan.

Pada 2016 ini, produksi petani diprediksi kembali meningkat sesuai yang diharapkan pemerintah daerah.

Sementara Kepala Dinas Perkebunan Sulteng, Nahyun Biantong membenarkan produksi kakao petani 2015 sempat menurun dan 2016 ini diyakininya kembali meningkat.

Data yang ada menyebutkan, luas areal tanaman kakao di Provinsi Sulteng saat ini tercatat 289.274 hektare tersebar di 13 kabupaten dan kota di daerah itu.

Sementara produksi kakao diperkirakan pada tahun ini sekitar 150 ribu ton.

Pemerintah daerah terus mendorong petani kakao untuk tetap memelihara dan meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar.

Permintaan pasar cukup besar, dan kakao Sulteng selama ini sangat diminati konsumen karena kualitasnya terbilang bagus.

Pemprov Sulteng juga sedang berjuang untuk mendatangkan investor membangun pabrik cokelat di daerah ini. Jika kelak ada investor yang membangun pabrik di Sulteng, niscaya petani kakao akan semakin sejahtera.

Jika petani sejahtera, maka pendapatan daerahpun diharapkan akan semakin besar.