Upaya Pemerintah Menerangi Desa-Desa Di Sulteng

id listrik

Upaya Pemerintah Menerangi Desa-Desa  Di Sulteng

Ilustrasi (antaranews)

"Kami akan upayakan agar target itu bisa tercapai," kata Manager PT PLN Area Palu, Emir Muhaimin.
Palu, (antarasulteng.com) - Lero dan Moma di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, merupakan desa yang hingga kini masih terisolir, alias belum merasakan "kemerdekaan" yang sesungguhnya seperti desa-desa lainnya di provinsi itu.

Masyarakat yang ada di dua desa itu benar-benar hidup jauh tertinggal dari lainnya.

Selain miskin secara ekonomi, juga miskin pendidikan, kesehatan dan bertahun-tahun mereka tinggal dalam kegelapan karena belum adanya listrik.

Padahal, listrik sudah merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat sampai di pelosok manapun.

Namun apa mau dikata, masyarakat di dua desa itu hingga kini belum juga menikmati penerangan listrik. Untuk mengusir kegelapan malam, mereka hanya menggunakan lentera yang terbuat dari botol/kaleng bekas.

Ada juga yang hanya menggunakan lentera tradisional yang terbuat dari bambu.

Karena masih terisolir, masyarakat setempat untuk kebutuhan makan sehari-hari terpaksa bekerja keras menanam padi ladang atau ubi-umbian dan jagung.

Namun menanam padi ladang sering gagal panen karena gangguan hama dan musim kekeringan.

Masyarakat dua desa itu dalam bercook tanampun hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga masing-masing.

Artinya, mereka menanam padi ladang atau jagung

dan ubi-umbian tidak seperti petani di desa lainnya yang sudah memiliki akes jalan dan juga penerangan listrik.

Masyarakat di dua desa itu benar-benar menanam kebutuhan pangan hanya untuk konsumsi sendiri (istri dan anak-anak) dan bukan untuk dijual.

"Kami menanam hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri," kata Nati, salah seorang warga Desa Lero.

Ia mengatakan masyarakat di dua desa itu sangat mendambahkan adanya penerangan listrik dan juga akses jalan untuk kendaraan agar masyarakat terbebas dari keterisolasian.

"Masyarakat tidak bisa meningkatkan ekonominya karena hasil panen tidak bisa dijual ke pasar," katanya.

Untuk pergi membeli berbagai kebutuhan sehari-hari, harus berjalan kaki sekitar 36 km menyusuri jalan setapak dan harus menyeberangi beberapa sungai yang semuanya belum ada jembatannya.

Kondisi yang sama juga dialami masyarakat yang tinggal di sejumlah desa di Kecamatan Pipikoro dan Lindu di Kabupaten Sigi.

Di dua kecamatan itu hingga kini juga belum terjangkau listrik dan prasana jalan memadai.

Bertahun-tahun masyarakat di dua kecamatan itu sangat merindukan adanya jalan memadai dan penerangan listrik seperti yang telah dinikmati masyarakat di desa atau kecamatan lainnya di Sulteng.

"Ya sampai kapan kami hidup seperti ini tidak ada listrik dan jalan memadai," kata Guntur, seorang warga di Kecamatan Pipikoro.

Ia mengatakan selama ini jalan yang ada hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki atau naik sepeda motor dengan medan jalan yang berat dan sangat parah khususnya pada musim hujan.

Masyarakat di dua kecamatan itu juga sangat mendambahkan adanya listrik dan jalan. "Kami juga ingin sekali menikmati yang namanya `kemerdekaan` dan pembangunan seperti halnya yang dirasakan masyarakat lainnya yang telah terjangku listrik dan jalan memadai," kata Karya, warga Desa Anca, Kecamatan Lindu.



Ratusan Desa

PLN mengklaim jumlah desa di Sulawesi Tengah yang hingga kini belum berlistrik masih 200-an, tersebar di sejumlah kabupaten.

Total desa di Sulteng mencapai 2.009, dan 200-an di antaranya belum terjangkau listrik dari PLN, kata Manager PT PLN Area Palu Emir Muhaimin.

Jumlah pelanggan listrik di Sulteng, khusus dalam area PLN Kota Palu yang melayani kebutuhan listrik masyarakat di beberapa kabupaten dan kota antara lain Tojo Una-Una, Morowali, Morowali Utara, Poso, Parigi Moutong, Sigi, Donggala, dan Kota Palu sebanyak 330 ribu pelanggan.

Pada 2017 ini, PLN akan memprioritaskan pembangunan infranstruktur kelistrikan di daerah-daerah yang masin rendah tingkat rasio elektrifikasiannya.

Sejumlah daerah di Sulteng yang masih rendah rasio elektrifikasinya, antara lain Banggai Kepulauan (Bangkep), Banggai Laut, Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Morowali, dan Morowali Utara.

Sedangkan di Kabupaten lain, seperti Poso, Buol, Tolitoli, dan Sigi serta Donggala rasio elektrifikasinya sudah di atas 80-an persen. Kecuali Kota Palu hampir 100 persen.

Pada 2019, kata Emir, pemerintah menargetkan resio elektrifikasi nasional, termasuk di Sulteng sudah meningkat menjadi 97 persen.

"Kami akan upayakan agar target itu bisa tercapai," katanya.

Kendala utama dalam meningkatkan rasio elektrifikasi di Sulteng, kata Emir, menyangkut anggaran, mengingat biaya yang dibutuhkan cukup besar.

Karena itu, dengan dihapuskannya subsidi listrik bagi golongan R-1/900 VA pelanggan mampu diharapkan anggarannya dapat digunakan untuk mendukung program atau target pemerintah pada 2019 dengan tingkat rasio elektrifikasi di Tanah Air meningkat sesuai target yakni 97 persen desa telah terlistriki.

Sulteng berupaya untuk bisa menerangi semua desa yang belum berlistrik dengan membangun jaringan listrik sampai ke pelosok desa dan juga tentu membangun pembangkit dengan memanfaatkan sumber energi yang ada di daerah ini. (BK03/)