BPJS Kesehatan Penjamin Kedua Korban Kecelakaan Lalulintas

id bpjs

BPJS Kesehatan Penjamin Kedua Korban Kecelakaan Lalulintas

"Penjamin pertama itu adalah PT. Jasa Raharja, dan bila biaya perawatan sudah melebihi pagu maksimum Jasa Raharja, BPJS Kesehatan akan menjaminnya," katanya di Palu, Minggu.
Palu,  (antarasulteng.com) - Manager Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Palu Gerry Adhikusuma menyatakan bahwa pihaknya masuk sebagai penjamin pembayaran kedua bagi pasien kecelakaan lalulintas di rumah sakit.

"Penjamin pertama itu adalah PT. Jasa Raharja, dan bila biaya perawatan sudah melebihi pagu maksimum Jasa Raharja, BPJS Kesehatan akan menjaminnya," katanya di Palu, Minggu.

Gerry menjelaskan bahwa batasan jumlah yang dibayarkan pihak Jasa Raharja saat merawat korban kecelakaan lalulintas maksimal sebesar Rp10 juta, sementara pihaknya tidak ada batasan jumlah dan episode atau berapa kali dilakukan perawatan.

"Misalnya ada pasien korban kecelakaan lalulintas, dilakukan perawatan di rumah sakit, biaya operasi dan biaya lain-lain menghabiskan Rp7 juta, artinya masih tersisa Rp3 juta. Ketika dilakuan perawatan lanjutan dengan biaya Rp5 juta, maka Rp3 juta ditanggung Jasa Raharja dan Rp2 juta oleh BPJS Kesehatan," jelas Gerry.

Menurut dia, metode pembayaran itu merupakan kesepakatan antara pihak BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PT. Jasa Raharja dan pihak kepolisian daerah.

"Jadi hitungan Rp10 juta per episode hingga batasan klaim habis, setelah itu baru BPJS Kesehatan yang tidak dibatasi biaya dan episode," ujarnya.

Penjelasan ini terkait pertanyaan salah seorang keluarga korban kecelakaan lalu lintas yang biaya perawatannya ditanggung oleh pihak Jasa Raharja dan BPJS Kesehatan melalui kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

"Korban kecelakaan masuk pada salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, saat itu penanganan dilakukan pihak rumah sakit dari operasi hingga rawat inap," kata keluarga korban yang tidak ingin disebutkan namanya.

Dia menjelaskan ketika korban dinyatakan sembuh dan boleh pulang ke rumah, dokter rumah sakit mewajibkan korban untuk datang dua minggu kemudian melakukan kontrol pascaoperasi.

"Saat kami kembali ke rumah sakit, kami mendaftar di loket rumah sakit dengan memperlihatkan kartu JKN KIS, tetapi pihak loket rumah sakit mewajibkan untuk membayar tunai, karena biaya korban sebelumnya ditanggulangi oleh Jasa Raharja dengan pembayaran tunai," tuturnya.

Menurut dia, keluarga korban sempat melihat jumlah pembayaran yang dilakukan sebesar Rp32,5 juta. Artinya, pihak Jasa Raharja hanya membayar Rp10 juta dan BPJS Kesehatan membayar sisanya Rp22,5 juta.

"Jadi kami heran, kalau rumah sakit menolak pakai kartu KIS, sementara saat perawatan di rumah sakit, BPJS Kesehatan sudah membayar sebagian biaya perawatan," imbuhnya.

Keluarga korban yang tidak bisa berdebat dengan pihak rumah sakit, akhirnya memilih untuk membayar tunai biaya kotrol tersebut, karena kurang paham atas prosedur yang ada di rumah sakit.