Oknum TNI Gadungan Diringkus Anggota Intel Korem 132/Tdl

id Korem

Oknum TNI Gadungan Diringkus Anggota Intel Korem 132/Tdl

Suwardi Madina, warga Kota Palu, diringkus di rumahnya, Kamis (23/2) karena mengaku-ngaku anggota TNI untuk menipu masyarakat. (Antarasulteng.com/Penrem Tdl)

Tindakan oknum ini sangat mencoreng nama baik institusi TNI
Palu (antarasulteng.com) - Penggunaan nama institusi dan atribut TNI untuk kepentingan pribadi oleh oknum masyarakat dewasa ini masih sering ditemukan di setiap daerah karena modus seperti ini dirasa cukup ampuh  untuk mentakut-takuti atau melakukan penipuan untuk kepentingan pribadi.

Seperti yang dilakukan Suwardi Madina, S.Sos (SM) warga Jalan Pendidikan Tondo Kelurahan Mantikulore Kota Palu, namun sepakterjangnya terhenti setelah ia diringkus Intel Korem 132/Tadulako Palu pada Kamis (23/2) di rumahnya.

Awalnya seorang penjual pisang goreng di Jl. Setiabudi mengeluh kepada anggota Intel Korem 132/Tadulako yang merasa telah ditipu oleh Suwardi yang mengaku anggota TNI dengan modus menjual barang kepadanya dimana uang sudah diserahkan tetapi barang yang dijanjikan belum diterima.

Berdasarkan pengembangan dan interogasi oleh Tim Intel Korem, yang bersangkutan mengaku sudah tiga bulan menggunakan modus mengaku sebagai anggota Intel Yonif 714/Sintuwu Maroso Poso untuk meyakinkan para pemilik mobil dan sopir rental agar mau bergabung dalam Agen Rental PO. Delima miliknya.

Selain itu juga tindakan ini digunakan juga untuk menawarkan barang-barang kepada masyarakat.

Berdasarkan pengembangan dan pengakuan ini, Komandan Korem 132/Tdl memerintahkan Staf Intel Korem agar oknum TNI Gadungan ini diserahkan kepada polisi dalam hal ini Polres Palu untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku karena yang bersangkutan adalah warga sipil.
 
Kapenrem 132/Tdl Mayor Chk Dedy Afrizal, SH, menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Suwardi Madina yang mengatasnamakan dirinya sebagai anggota TNI ini sangat mencoreng nama baik institusi TNI di mata masyarakat, apalagi bila perbuatan tersebut digunakan untuk melakukan penipuan demi kepentingan dan keuntungan pribadinya.

Oleh karena itu, kata Dedy, pelakunya harus diproses secara hukum agar tidak ada lagi orang lain melakukan tindakan yang sama.