Perbankan khawatirkan efek domino krisis PT Freeport Indonesia

id freeport

Perbankan khawatirkan efek domino krisis PT Freeport Indonesia

Dokumentasi ratusan karyawan PT Freeport Indonesia berdemonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat (17/2/2017). Mereka meminta pemerintah Indonesia segera menerbitkan perizinan kepada PT Freeport Indonesia untuk kembali mengekspor konsentrat ke luar negeri. ( ANTARA FOTO/Vembri Waluyas)

Timika, Papua (antarasulteng.com) - Kalangan perbankan di Timika mengkhawatirkan efek domino krisis perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia terhadap kondisi perekonomian di Kabupaten Mimika dan Papua pada umumnya.

Pejabat Sementara Kepala Bank Papua Cabang Timika, Joko Suparyono, di Timika, Selasa, mengatakan, keberadaan PT Freeport selama ini memiliki dampak sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah Mimika, termasuk perbankan.

Jika krisis Freeport terus berlanjut dan semakin banyak karyawan yang di-PHK maka hal itu memicu krisis ekonomi di wilayah Mimika.

"Kami tentu berharap perundingan antara pemerintah dengan pihak Freeport bisa mencapai titik temu. Jika Freeport menyetujui opsi-opsi yang ditawarkan pemerintah, tentu ke depannya pembangunan Papua akan lebih baik," kata dia. 

"Tapi kalau tidak ada titik temu, permasalahan ini akan bertambah panjang dan berdampak luas terhadap perekonomian di Mimika. Tentu yang paling terkena imbasnya adalah perbankan," kata Suparyono.

Sebagai langkah antisipasi mencegah terjadi krisis yang lebih besar, sejak 20 Februari 2017 Bank Papua telah menghentikan penyaluran kredit kepada karyawan PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan yang mengelola aset perusahaan itu.

Penghentian penyaluran kredit itu berlaku untuk seluruh kantor cabang pembantu dan unit Bank Papua di wilayah Mimika, termasuk di area Freeport seperti Tembagapura, Kuala Kencana, dan Portsite Amamapare.

Hingga kini total karyawan Freeport yang menjadi nasabah Bank Papua sebanyak 3.000 orang, dengan total kredit yang disalurkan mencapai sekitar Rp500 miliar.

"Kalau terjadi PHK massal, tentu ini akan beresiko menjadi masalah bagi kami di perbankan. Yang paling meresahkan tentu karyawan sendiri. Karena kalau tidak lagi memiliki pekerjaan tetap, darimana mereka bisa membiayai kebutuhan hidup keluarga dan mengembalikan angsuran kredit," kata Joko.

Dari 32.000 karyawan yang bekerja di area PT Freeport (termasuk karyawan perusahaan-perusahaan kontraktor), diketahui bahwa mereka memiliki pinjaman atau kredit pada sejumlah bank seperti Bank Papua, Bank Mandiri, CMB Niaga, BRI. Sebagian lagi menjadi nasabah Bank Mega, Bank Danamon, dan BNI.

Sementara itu Kepala BRI Cabang Timika, Muhammad Jusuf, mengatakan, total nilai pinjaman karyawan PT Freeport Indonesia dan karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktornya mencapai sekitar Rp70 miliar.

Berdasarkan data yang diterima BRI, sebagian debitor yang memiliki pinjaman/kredit di BRI Timika sudah dirumahkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

Menyikapi kondisi itu, BRI Timika melakukan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan tempat para karyawan tersebut bekerja.

Meski mereka telah dirumahkan atau di-PHK, karyawan yang memiliki tanggungan kredit di BRI diminta untuk tetap melunasi kewajibannya.

BRI Timika juga diketahui memberikan kredit usaha kepada 30 pengusaha di Timika dengan total nilai kredit yang dikucurkan sebesar Rp101 miliar.

Hingga awal Maret 2017, total karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktornya yang telah dirumahkan dan di-PHK sudah hampir mencapai sekitar 2.000-an orang.

Informasi yang dihimpun di Timika, dalam pekan ini terdapat ratusan karyawan yang ikut menyusul dirumahkan dan di-PHK yaitu karyawan PT Freeport, PT Pontil, PT RUC dan PT Redpath.