Monumen TNI AL tambah pesona Pantai Gondariah Pariaman

id tni

Monumen TNI AL tambah pesona Pantai Gondariah Pariaman

Monumen Perjuangan TNI AL di Pariaman, Sumatera Barat. (--)

Pariaman, Sumatera Barat (antarasulteng.com) - Pesona Pantai Gandoriah, Pariaman, Sumatera Barat, makin santer. Pasalnya baru saja diresmikan Monumen Perjuangan TNI AL di sana olek Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi. 

Monumen Perjuangan TNI AL itu dibangun di lahan tepi pantai seluas 600 meter persegi dan terletak tepat di pusat keramaian, di antaranya stasiun kereta api.

Bentuk Monumen Perjuangan TNI AL itu khas TNI AL, yaitu berbentuk kapal perang dilengkapi meriam KRI Teluk Tomini-508 di atasnya serta di dinding monumen berbentuk kapal perang itu bertuliskan 83.

Pada bagian belakang kapal terdapat tulisan serta diorama yang menerangkan tentang perjuangan TNI AL di Pariaman pada Agresi Militer Belanda II.

Di bagian sisi kiri dan kanan monumen terdapat tank amfibi PT-76 buatan Uni Soviet pada 1947 yang bertuliskan Marinir serta meriam howikzer M30 122 milimeter, yang selama ini juga berjasa dalam mempertahankan Indonesia.

Di dalam monumen itu terdapat ruangan-ruangan yang dimanfaatkan sebagai museum sebagai sarana pewarisan sejarah dan pendidikan. 

Supandi, saat meresmikan Monumen Perjuangan TNI AL itu, mengatakan, ini pertanda bahwa Pariaman pernah menjadi tempat pertahanan TNI AL pada masa Agresi Militer Belanda I dan II.

Ia menyebutkan banyak kota di Indonesia yang tercatat di dalam narasi sejarah perjuangan TNI AL namun tempat peristiwanya tidak sebanyak Pariaman. "Dalam narasi sejarah ada 30 tempat yang disebutkan di Pariaman dan sekitarnya," ujar dia.

Ke-30 tempat sejarah tersebut disebutkan nama kecamatan dan kampung baik yang ada di Pariaman maupun di daerah tetangga yaitu Kabupaten Padangpariaman. "Meskipun tempat-tempat tersebut disebutkan dalam jangka waktu yang pendek," katanya.

Baca juga: (Kepala staf TNI AU ziarah ke Monumen TNI AU Ngoto)

Pada Desember 1948 sampai Januari 1950, TNI AL dan masyarakat berjuang secara berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain.

Sering perpindahan  TNI AL pada masa Perang Revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan itu karena belum memiliki perlengkapan tempur yang memadai.

Sehingga pada Perang Revolusi itu, TNI AL hanya menggunakan kapal-kapal kecil dan perang lebih banyak di darat dari pada di laut. Pada 1957 TNI AL baru memiliki kapal dan persenjataan yang memadai.

Supandi berharap monumen yang dia resmikan di Pantai Gandoriah itu dapat menjadi momentum untuk menghargai jasa para pahlawan saat mempertahankan kemerdekaan dengan mengisinya dan membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi. "Oleh karena itu manfaatkan monumen secara sebaik-baiknya," ujarnya.

Berdasarkan catatan sejarah, Kota Pariaman pernah dijadikan basis pertahanan karena pada Agresi Militer Belanda I, tentara Belanda berusaha menguasai Sumbar yang secara perlahan menguasai bagian pesisir provinsi itu.

Pada 8 Maret 1946 Mayor Sulaiman diperintahkan oleh komandan Divisi III Banteng untuk memindahkan Markas Komando TKR Laut Sumatera Tengah ke Pariaman karena kondisi Kota Padang, Sumbar yg sudah tidak aman. Sejak itu kota tersebut dikenal sebagai Markas AL Pangkalan Besar Pariaman.

Pada Agresi Militer Belanda II, tentara Belanda berusaha merebut Pariaman dengan melakukan beberapa kali serangan. Serangan pertama terjadi pada 19 Desember 1948 dengan menggunakan kapal perang serta meriam kaliber 130 dari depan Pulau Angso Duo, Pariaman mengarah ke markas TNI AL.

Serangan tersebut dibalas oleh TNI AL dengan tembakan meriam tomong buatan Sawahlunto namun tidak berhasil dikarenakan jarak tembaknya tidak bisa mencapai sasaran.

Pada pukul 05.30 WIB Januari 1949 Belanda kembali melancarkan serangan ke markas TNI AL di Pariaman.

Serangan itu dilakukan melalui pesawat tempur P-51 Mustang dengan menembaki dan membom TNI AL di Kelurahan Alai Gelombang, Kecamatan Pariaman Tengah, Pariaman guna melindungi tentara Belanda masuk ke Pariaman.

Pada pukul 09.00 WIB tentara Belanda masuk dari arah Kelurahan Alai Gelombang dan berpencar menjadi tiga kelompok yaitu Kelurahan Jawi-jawi, Kampung Jawa, dan Kampung Nias tujuannya ialah mengepung Pariaman.

Meskipun serangan Belanda semakin gencar TNI AL tetap bertahan di posisinya masing-masing, salah satunya bunker yang terletak di Jalan Tugu Perjuangan dekat kantor Pos Pariaman sekarang. Di dalam bunker tersebut terdapat 36 orang yang terdiri dari TNI AL dan warga sipil.

Pada pukul 11.00 WIB terjadi pertempuran di bunker itu, namun TNI AL kehabisan amunisi sehingga terpaksa keluar agar tidak ditangkap oleh tentara Belanda.

Namun mereka disambut dengan tembakan tentara Belanda sehingga 34 orang gugur dan hanya dua orang yang selamat. Sorenya Belanda telah menguasai Pariaman sedangkan TNI AL diperintahkan untuk meninggalkan Pariaman.

Pada 17 April 1949 Belanda melakukan serangan dengan mendarat di pantai Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padangpariaman namun disambut dengan tembakan dari TNI AL. Sehingga pasukan Belanda yang akan mendarat terpaksa memundurkan diri dan kembali ke kapal.

Pada Juli 1949 Belanda mencoba menyerang ke Sungai Limau dengan menggunakan sejumlah tank dan panser namun juga mendapat serangan dari TNI AL selama dua jam sehingga menewaskan tujuh orang tentara Belanda.

Pada 6 Januari 1950 seluruh anggota TNI AL bisa masuk ke Pariaman yang merupakan pangkalan besar TNI AL yang telah ditinggalkan sekitar satu tahun.