Suap Proyek Bakamla Disebut Mengalir ke DPR

id Bakamla, DPRD

Suap Proyek Bakamla Disebut Mengalir ke DPR

Mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi saat menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 14 Maret 2017. Eko Susilo Hadi diperiksa sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla tahun anggaran 2016. ( ANTARA FOTO/Wahyu Putro)

"Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih itu Pak dia beralasan panjang itu bahasanya, buat 11. Saya jawab saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tangguung jawab," jawab Fahmi.
Jakarta (antarasulteng.com) - Uang Rp24 miliar dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah dan diserahkan kepada politisi PDI-Perjuangan Ali Fahmi untuk melancarkan proyek "satellite monitoring" (satmon) di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla), disebut juga mengalir ke DPR.

"Di BAP saudara No 31 huruf c tangga 18 Januari 2017, saudara memberikan keterangan 'Dari penyampaian saudara Ali Fahmi alias Fahmi Habsy bahwa peruntukan uang sebesar enam persen dari nilai proyek satmon sebesar Rp400 miliar yang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy adalah untuk mengurus proyek satmon Bakamla tersebut melalui Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan' itu keterangan saudara?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

"Betul," jawab Fahmi yang menjadi saksi untuk terdakwa marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.

Dalam dakwaan disebutkan Adami dan Hardy memberikan enam persen dari anggaran awal satmon yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan. Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

"Tapi rincian berapa ke orang-orang ini saudara tidak mengerti?" tanya jaksa Kiki.

"Saya tidak tahu," jawab Fahmi.

"Kapan diserahkan dan di mana diserahkan oleh Ali Fahmi tidak mengerti?" tanya jaksa Kiki.

"Saya tidak tahu," jawab Fahmi.

Menurut Fahmi, Ali lah yang bertanggung jawab untuk mengatur pengadaan satmon saat dianggarkan. "Ali Fahmi apakah memberi tahu bahwa itu nanti untuk penganggaran?" tanya jaksa.

"Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih itu Pak dia beralasan panjang itu bahasanya, buat 11. Saya jawab saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tangguung jawab," jawab Fahmi.

"11 itu apa?" tanya jaksa.

"Komisi 11," jawab Fahmi.

"Siapa saja DPR itu?" tanya jaksa.

"Kalau saya tidak tahu pastinya, kalau dari Ali Fahmi menyebutkan ada namanya Doni. Doni itu anggota 11, Nasdem apa gitu. Saya lupa partainya, takut salah kan pak," jawab Fahmi.

Dalam perkara ini, Fahmi, Adami dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura.

Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.***