Pemerintah-DPR Tolak Resolusi Sawit Parlemen Eropa

id Sawit

Pemerintah-DPR Tolak Resolusi Sawit Parlemen Eropa

Ilustrasi (Istimewa)

Joko: Resolusi Parlemen Eropa itu merupakan kepentingan politik semata untuk mendiskriminasi industri sawit.
Palu (antarasulteng.com) - Pemerintah dan DPR RI satu suara menolak resolusi sawit Parlemen Uni Eropa, yang merupakan sikap tegas kedua lembaga tersbeut untuk melindungi sawit sebagai komoditas strategis negeri ini.

"Sawit ini kepentingan nasional, maka selayaknya pemerintah dan masyarakat membela sawit yang telah berkontribusi terhadap perekonomian maupun pengentasan kemiskinan di Indonesia," kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IV DPR di Jakarta, Selasa.
    
Joko menilai tuduhan yang ditujukan kepada industri sawit dan berujung pada munculnya Resolusi Parlemen Eropa merupakan kepentingan politik semata untuk mendiskriminasi industri sawit. 

Isu tersebut, kata Joko, saat ini tidak berpengaruh terhadap ekspor namun hal ini bisa mengundang negara-negara lain untuk melakukan hal serupa akibat berkembangnya stigma negative dari pemberitaan isu resolusi ini terutama di negara-negara Eropa dan Amerika.
 
Diskriminasi sawit tersebut tampak dalam beberapa isu di antaranya adanya sertifikasi tunggal yang berlaku bagi minyak sawit dan tidak berlaku bagi minyak nabati lainnya di dunia. 

"Jangan mau didikte oleh Eropa. Kita ini punya ISPO, sertifikasi resmi pemerintah Indonesia. Kita akan teruskan dan sempurnakan ISPO sebagai bukti komitmen kita terhadap keberlanjutan industri ini," kata Joko tegas seperti ditulis siaran pers Gapki yang diterima, Kamis.

Upaya diskriminasi lainnya ialah menyebarnya isu deforestasi dan penghilangan biodiesel sawit. 

Menurut Joko, penggunaan biodiesel dengan menggunakan minyak nabati lainnya justru menimbulkan dampak deforestasi jauh lebih besar karena produktifitasnya jauh lebih rendah dari minyak sawit.

"Deforestasi yang terjadi di kita adalah deforestasi yang diatur dalam UU Kehutanan, maka ini merupakan deforestasi yang legal secara hukum," katanya.

Joko menyatakan langkah politis Parlemen Eropa ini juga belum tentu disetujui dan dilaksanakan oleh pemerintah di negara-negara bagian Eropa. 

Karena itu Pemerintah masih punya cukup waktu untuk menyiapkan langkah-langkah diplomasi yang tegas menanggapi isu ini. 

"Kita harus mengumpulkan data dan fakta, mempercepat implementasi ISPO dan menyiapkan langkah retaliasi produk Eropa dan langkah tegas lainnya," ujarnya. (Humas Gapki)