Persaingan global, yang cepat kalahkan yang lamban

id DKP

Persaingan global, yang cepat kalahkan yang lamban

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP (Antrasulteng.com/Rolex Malaha)

Sulawesi Tengah paling prospektif mengembangkan industri off-shore aquaculture
Palu (Antarasulteng.com) - PERSAINGAN di era globalisasi tidak lagi berlaku bahwa yang kuat mengalahkan yang lemah, tetapi kini bergeser ke yang cepat mengalahkan yang lamban. 

Artinya, meskipun sebuah negara atau daerah itu kecil namun kalau pemerintahnya mampu bertindak cepat dan tepat, maka negara atau daerah kecil itu dapat menggeser negara atau daerah yang besar.

Contoh yang dapat dilihat dan dipelajari antara lain Negara Singapura dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Lebih cepat lebih baik

Lebih cepat lebih baik adalah semboyan motivasi yang menjadi ikon salah satu calon presiden pada Pemilihan Presiden RI periode sebelumnya, namun sang capres gagal memenangkan pertandingan tersebut. Kini semboyan itu telah digunakan oleh pasangan Presiden Jokowi-JK dalam mengimplementasikan program-programnya berupa ajakan: kerja-kerja-kerja

Hal ini terungkap pada saat Presiden Jokowi membuka Makor Kemenko Kemaritiman pada 3 Mei 2017 di Jakarta yang dihadiri sejumlah menteri kabinet, gubernur, bupati dan sekretaris provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.

Pada Rakor itu Presiden mengemukanan bahwa; (1) Potensi ekonomi bidang maritim bisa mencapai 20.000 triliun rupiah atau 4 kali APBN 2017, namun kita belum mampu memanfaatkannya, karena masih bekerja lamban, cenderung berpikir linier, dan tidak berpikir besar serta masih terperangkap dengan rutinitas dan masalah klasik.

(2) Inovasi-Teknologi harus menjadi perhatian, karena hanya dengan inovasi teknologi dapat membuat percepatan dalam upaya mengejar ketertinggalan, kalau tidak maka kita akan ditinggal.

Presiden Jokowi memberi contoh bagaimana kita bisa manfaatkan potensi kelautan kita yang notabenenya adalah terbesar di dunia untuk pengembangan off-shore aquaculture atau budidaya ikan di laut lepas seperti dikembangkan oleh Norwegia dan Taiwan, sebuah negara kecil namun mampu menjadikan sumberdaya kelautan sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama.

Off-shore Aquaculture

Off shore aquaculture adalah usaha budidaya ikan di laut lepas menggunakan karamba jaring apung (KJA) dan ditempatkan di sekitar gugusan pulau-pulau kecil atau daerah terlindung lainnya dari ancaman gelombang besar maupun alur pelayaran. 

Membangun industri off-shore aquaculture harus dilakukan secara terintegrasi antara pengembangan industri benih, industri pakan, industri prasarana (KJA) dan industri prosesing. 

Pasar tidak lagi menjadi persoalan karena komoditas yang dikembangkan bernilai ekonomi tinggi dan menjadi kebutuhan dunia seperti kakap putih, kakap merah dan tuna. 

Penguasaan inovasi teknologi menjadi kunci untuk suksesnya pengembangan off-shore aquaculture tersebut dan Indonesia tidak harus memulainya dari nol tetapi harus dari satu. 

Ada dua cluster dalam penguasaan inovasi teknologi. Cluster pertama menguasai nol sampai satu; dan cluster kedua menguasai satu sampai tak terhingga. 

Norwegia dan Taiwan adalah contoh negara yang menguasai cluster satu dan dua di bidang off-shore aquaculture. Indonesia kalau akan mengembangkan industri off-shore aquaculture harus memulainya dari satu sampai tak terhingga, bukan dari nol sampai satu. 

Untuk merealisasikan hal itu harus bermitra dengan negara yang telah sukses seperti Norwegia maupun Taiwan. 

Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah merupakan provinsi kepulauan yang prospektif menjadi salah satu lokus pengembangan industri off-shore aquaculture

Daerah ini memiliki panjang garis pantai 4.013 km, pulau-pulau kecil kurang lebih 1.520 buah, dua kabupaten kepulauan dan empat kawasan perairan pesisir dan laut yaitu kawasan laut Sulawesi (Buol dan Tolitoli); Selat Makassar (Tolitoli, Donggala); Teluk Tomini (Parigi Moutong, Poso, Tojo Unauna dan Banggai) dan Teluk Tolo (Banggai, Banggai Laut, Banggai Kepulauan, Morowali dan Morowali Utara). 

Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan kewenangan pengelolaan ruang laut kepada Pemerintah Provinsi dari 0-12 mil laut yang sebelumnya pengelolaan 0-4 mil laut menjadi kewenangan kabupaten/kota. 

Regulasi ini dinilai oleh sejumlah kalangan mempermudah pengaturan ruang laut dalam rangka investasi. 

Direncanakan pada Juli 2017, perda tentang zonasi ruang laut 0-12 mil laut di empat kawasan pesisir dan laut Sulawesi Tengah sudah dapat diselesaikan. 

Pemikiran Presiden Jokowi tentang pengembangan off-shore aquaculture dan penyusunan perda tentang zonasi ruang laut Sulawesi Tengah merupakan dua kekuatan besar yang dapat dijadikan semangat di daerah untuk mengejar ketertinggalan dalam rangka kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya. *) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah.