Jokowi: hilangkan persepsi Islam musuh Amerika

id jokowi

Jokowi: hilangkan persepsi Islam musuh Amerika

Presiden Joko Widodo. ( ANTARA /Puspa Perwitasar)

Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016
Riyadh (antarasulteng.com) - Presiden Joko Widido berharap "Arab Islamic American Summit" memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat dan menghilangkan persepsi AS yang melihat Islam sebagai musuh.

Hal ini diungkapkan Presiden saat berbicara dalam konferensi yang mempertemukan para pimpinan negara-negara Arab dan Islam dengan Presiden AS Donald Trump di King Abdul Aziz International Convention Center Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5).

"Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," kata Presiden.

Jokowi mengungkapkan bahwa ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana. 

"Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016," ungkap Presiden.

Jokowi mengungkapkan dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Prancis, Belgia, Inggris, Australia dan lain-lain.

"Dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya," tambahnya.

Umat Islam korban

Presiden menegaskan bahwa umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme.

Jokowi mengatakan bahwa jutaan umat Muslim harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya.

Presiden mengatakan kondisi tersebut justru membuat anak-anak muda frustrasi dan marah. 

"Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme," jelasnya.

Jokowi mengatakan sejarah mengajarkan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. 

"Pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar," katanya.

Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan hard-power dengan pendekatan soft-power.

"Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama dan budaya," jelasnya.

Presiden mengungkapkan untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar; dan organisasi masyarakat

Untuk kontra radikalisasi, lanjut Jokowi, pihaknya merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.

"Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," katanya. (skd)