OJK: NPL Bank Papua tertinggi di Indonesia

id OJK, Bank

OJK: NPL Bank Papua tertinggi di Indonesia

Ilustrasi - Pegawai Otoritas Jasa Keuangan bekerja di ruang Pusat Pelayanan Konsumen Keuangan Terintegrasi OJK.(ANTARAFOTO/Fanny Octavianus)

"Sampai Maret 2017, dari laporan keuangan triwulanan, NPL Bank Papua 19 persen, ini sangat tinggi, sudah jauh diatas ambang batas lima persen," ujar Kepala OJK Provinsi Papua dan Papua Barat, Misran Pasaribu
Jayapura (antarasulteng.com) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Papua dan Papua Barat menyatakan non performing loan (NPL)/kredit bermasalah Bank Papua merupakan yang tertinggi di Indonesia dibanding bank pembangunan daerah (BPD) lainnya.

"Sampai Maret 2017, dari laporan keuangan triwulanan, NPL Bank Papua 19 persen, ini sangat tinggi, sudah jauh diatas ambang batas lima persen," ujar Kepala OJK Provinsi Papua dan Papua Barat, Misran Pasaribu, di Jayapura, Minggu.

Ia memaparkan bahwa sejak 2010 strategi bisnis Bank Papua lebih ke kredik produktif, seperti kredit modal kerja dan investasi, setelah sebelumnya perusahaan tersebut lebih fokus kepada kredit konsumtif.

Menurutnya, dengan peralihan orientasi pasar Bank Papua, mulai muncul masalah NPL. 

Oleh karena itu ia pun meminta bank milik pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat tersebut untuk berhenti menggarap kredit produktif.

"Tentunya kalau permasalahan utamanya dari kredit produktif, kami mulai meminta Bank Papua mengerem pemberian kredit mereka supaya lebih hati-hati. Kalau mereka lebih menguasai kredit konsumtif ya dijalankan lagi sambil membenahi infrastrukturnya," kata dia.

Misran menjelaskan permasalahan NPL yang dihadapi Bank Papua dikarenakan perusahaan tersebut belum memiliki infrastruktur yang kuar untuk menggarap kredit produktif yang umumnya disalurkan dalam jumlah besar.

"Sayangnya Bank Papua belum menyiapkan infrastrukturnya, yang pertama SDM, mereka belum punya tenaga analis kredit yang kompeten, mereka belum punya tenaga penilai agunan yang baik," ujarnya.

"Selain itu mereka juga tidak menyiapkan risk management karena seiring dengan peningkatan kredit, maka resiko juga akan meningkat," sambung dia.

Kemudian Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki Bank Papua dalam menyalurkan kredit produktif tidak dijalankan dengan baik sehingga resiko terjadinya kredit bermasalah sangat tinggi.

"Ada SOP yang telah dibuat tapi dari hasil pemeriksaan kami tidak dilaksanakan. Lalu IT, karena kredit produktif biasanya nominalnya besar harus didukung oleh IT yang handal," kata Misran.

Seperti diberitakan sebelumnya, akibat permasalahan kredit macet dari dua penyaluran kredit, kini Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan Direktur Utama Bank Papua JK sebagai tersangka.

Selain itu BPK RI telah menyatakan, karena kasus tersebut, kerugian negara/daerah dari penyaluran kredit sebesar Rp359 miliar sebesar Rp270,26 miliar.(antaranews)