Cerita mudik dan balik dengan sepeda motor

id mudik

Cerita mudik dan balik dengan sepeda motor

Pemudik sepeda motor melintas di jalan Lingkar Tanjungpura Karawang, Jumat (30/6). (ANTARA News/Imam Santoso)

Berkendara sendiri ataupun memboncengkan istri dan anak, para pemudik yang sebagian berasal dari Jawa Barat memilih kembali ke Megalopolis Jakarta lebih awal pada Kamis (29/6) dan Jumat (30/6) agar bisa beristirahat sebelum kembali beraktivitas pada Senin (3/7).

"Saya dari Majalengka jalan selepas Dzuhur. Saya sendiri karena anak dan istri kembali pakai mobil jasa perjalanan," kata pemudik asal Majalengka Agus Purnama yang akan kembali ke Tangerang, Banten.

Sembari menyantap semangkok mie ayam di warung pinggir jalan, Agus mengaku kembali ke Tangerang pada Jumat untuk menghindari puncak arus balik pada Sabtu (1/7) dan Minggu (2/7).

"Lalu-lintas tadi masih lancar. Kalau lancar terus, saya bisa sampai Tangerang selepas Magrib. Saya juga mengendarai motornya tidak buru-buru," kata pria berusia 32 tahun itu.

Agus mengaku mengendarai sepeda motor bebeknya sekitar 60 km/jam karena telah mengantisipasi kemacetan sepanjang Majalengka dan memperkirakan sampai di Tangerang sekitar pukul 19.00 WIB.

"Tahun depan saya akan pakai sepeda motor lagi. Anak dan istri tetap pakai mobil jasa perjalanan biar aman," ujarnya.

Sebagaimana Agus, Karyadi bersama istrinya, mengaku bersedia mengendarai sepeda motor demi berjumpa dengan keluarga mereka di Indramayu setelah lima tahun tidak mudik.

"Semula, kami ingin mudik dengan naik bus umum. Tapi, saya kesulitan mencari loket bus di terminal Pulogebang," kata pria berusia 46 tahun yang tinggal di Pulogadung, Jakarta Timur itu.

Karyadi mengatakan terminal Pulogebang masih banyak calo tiket bus yang seringkali memaksa calon-calon penumpang untuk tujuan jarak jauh seperti Semarang, Solo, Yogyakarta, maupun Surabaya.

"Padahal, saya hanya turun di Indramayu. Tapi, saya dipaksa naik bus tujuan Jawa Tengah. Akses masuk ke terminal Pulogebang juga lebih sulit dibanding Pulogadung," kata pekerja pabrik konveksi di Tangerang itu.

Karyadi bersyukur karena mendapatkan pinjaman uang dari saudaranya untuk menambah uang muka kredit sepeda motor sehingga dapat mudik ke kampung halamannya.

"Saudara saya merasa kasihan dengan kami karena tidak pernah pulang kampung sejak lima tahun. Saya dan istri pun puas dapat bertemu keluarga meskipun berbekal Rp700 ribu sisa uang kontrakan," kata pemudik yang sudah empat kali beristirahat sepanjang Indramayu-Karawang itu.

Meskipun sadar risiko berkendara sepeda motor untuk perjalanan jarak jauh, Karyadi mengatakan keinginan untuk bertemu keluarga dan sekedar memberikan selembaran uang Rp20 ribu kepada keponakan-keponakannya mengalahkan rasa khawatir selama perjalanan bolak-balik Jakarta-Indramayu.

"Saya menitipkan anak kami ke tetangga yang juga akan kembali ke Jakarta dengan bajaj. Kebetulan tadi kami papasan di jalan," kata pria yang baru dikaruniai putra setelah delapan tahun menikah itu.

Karyadi pun gembira sepanjang perjalanan arus balik ke Pulogadung walau berbekal oleh-oleh beras lima liter dan sekantong ikan asin dari Indramayu.

"Tentu saya memilih mencari nafkah di kampung sendiri dibanding harus berdesak-desakan di Jakarta. Tapi, lapangan pekerjaan di Indramayu tidak banyak. Saya hanya bersyukur karena badan masih sehat. Kalau ada rejeki, saya ingin membuka usaha di kampung," kata Karyadi yang akan kembali melintasi jalur-jalur arteri utara Jawa Barat bersama istrinya Mursiah.

Berbeda dengan Agus maupun Karyadi, Jumalih mengaku terpaksa berkendara roda dua mudik ke Kuningan, Jawa Barat bersama anak dan istrinya.

"Lebih lancar pakai sepeda motor dibanding kendaraan umum yang sering terjebak macet. Tentunya, ongkos perjalanan kami juga lebih hemat," kata pria berusia 35 tahun itu.

Jumalih menempuh perjalanan sepanjang 240 kilometer bersama keluarganya menuju Bekasi timur. Dia mengaku telah empat kali beristirahat sejak berangkat dari Kuningan sekitar pukul 09.00 WIB hingga sampai di Karawang sekitar pukul 16.00 WIB itu.

"Mungkin kami akan beristirahat satu kali lagi di sekitar Karawang Barat dan sampai di Bekasi sekitar pukul 19.00 WIB," ujar pekerja kantoran di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat itu.

Jumalih mengaku setiap tahun pulang ke kampung halaman istrinya di Kuningan dengan sepeda motor dan berharap pada musim libur Lebaran tahun berikutnya dapat menyewa mobil bersama saudara atau tetangga sekampung.

Mata yang memerah akibat debu jalanan seakan tidak menggangggu Jumlaih untuk memastikan sepeda motornya tidak melewati lubang-lubang jalan demi keselamatan keluarga.

"Tantangan berkendara bersama anak dan istri tentu lebih besar. Saya hanya berusaha tidak terlalu kencang mengendarai sepeda motor dan memilih berhenti jika kelelahan," ujar pemudik yang juga membawa serta tiga tas ukuran sedang.

Baik Agus, Karyadi, dan Jumalih sama-sama punya alasan lokasi kampung halaman mereka yang masih berada di wilayah Jawa Barat masih memungkinkan untuk ditempuh dengan sepeda motor.

Bantuan Dinas Perhubungan


Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat menyiapkan satu bus kecil untuk membantu pemudik sepeda motor arus balik yang melintasi wilayah jalan arteri utara menuju Bekasi dan Jakarta dengan mengangkut keluarga pemudik.

"Kami berusaha menjaga keteraturan dan keselamatan para pengguna sepeda motor dengan menyediakan satu bus kecil untuk mengangkut keluarga mereka," kata Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dedi Taufik di Posko Terpadu Dishub Jabar Cikopo, Purwakarta.

Dishub Jabar menyediakan satu bus kecil untuk menjemput keluarga pemudik motor dari tempat peristirahatan Losarang, Indramayu hingga tempat peristirahatan Balai Benih di Subang dan Balonggandu di Karawang.

Sebelumnya pada arus mudik Lebaran 2017, Dinas Perhubungan Jawa Barat juga telah menyediakan satu bus kecil untuk mengangkut keluarga pemudik sepeda motor dari Sukamandi, Subang menuju Losarang Cirebon.

"Para pemudik sepeda motor itu seringkali berhenti beberapa kali sepanjang perjalanan menuju Jakarta dan kota sekitarnya. Mereka kelelahan karena menempuh perjalanan yang jauh, maka kami bantu jemput mereka dari satu lokasi dan mengantarkan ke lokasi berikutnya untuk meringankan perjalanan mereka," kata Dedi.

Dishub Jabar, lanjut Dedi, telah menyediakan satu bus kecil untuk mengantarkan keluarga pemudik kendaraan roda dua itu sejak Lebaran 2014.

"Kami berharap perusahaan-perusahaan bersedia memberikan bantuan tanggung jawab sosial mereka dengan menyediakan bus tambahan untuk membantu para pemudik motor itu," katanya.

Dedi mengatakan para pemudik jarak dekat di kota-kota Jawa Barat seperti Kuningan, Indramayu, Majalengka, hingga Cirebon memilih menggunakan sepeda motor karena lebih praktis dan hemat biaya.

"Setelah sampai di kampung halaman, mereka juga bisa pakai sepeda motor itu untuk keliling bersilaturahmi ke keluarga-keluarga mereka," katanya.

Dishub Jabar mencatat arus kendaraan roda dua yang melintasi wilayah Jawa Barat pada arus mudik Lebaran 2017 sejak Senin (19/6) atau H-6 hingga Minggu (25/6) mencapai kendaraan 1.093.938 sepeda motor.

Sementara, arus balik kendaraan roda dua pada Lebaran 2017 yang melewati jalur utara, tengah, dan selatan Jawa Barat sejak Senin (26/6) atau H2 hingga Jumat (30/6) atau H+3 mencapai 428.855 sepeda motor.

Jumlah pengguna sepeda motor pada arus mudik Lebaran 2017 lebih tinggi dibanding jumlah pengguna sepeda motor pada arus mudik Lebaran 2016 yang mencapai 953.164 kendaraan. Sedangkan arus balik sepeda motor H2 hingga H+3 Lebaran 2016 mencapai 599.826 kendaraan.

Sinar matahari semakin meredup dibelakang awan bertumpuk di ujung barat Tanjung Pura Karawang. Kuda-kuda besi tetap saja mengalir dari sisi timur seakan mengejar sisa-sisa cahaya sang surya.

Lampu-lampu sepeda motor para pemudik yang akan kembali ke Jakarta pun mulai dinyalakan. Seakan berbisik tegar dalam hati, "Wahai Jakarta dan sekitarnya, tunggu kami kembali selepas Magrib ini. Himpitan ekonomi tidak halangi kami nafkahi anak dan istri." (skd)