Pakar: pemilihan Kepala BSSN jauhkan intervensi politik

id cyber

Pakar: pemilihan Kepala BSSN jauhkan intervensi politik

Ilustrasi keamanan siber (Pixabay)

Jakarta (antarasulteng.com) - Pemilihan seorang kepala badan seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) basisnya adalah kompetensi, dan harus dihindarkan dari intervensi politik, demikian Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf.

"Karena itu, harus profesional betul proses pemilihannya," katanya di Jakarta, Selasa (4/7) malam.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Dalam Perpres Nomor 53 tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara tersebut, disebutkan bahwa Kepala BSSN diusulkan oleh Menkopolhukam setelah membentuk panitia seleksi. 

Asep menegaskan, sebagai lembaga yang akan menjadi benteng keamanan siber Indonesia, BSSN harus menjadi lembaga yang bisa dipercaya karena orang yang mengisinya memiliki kredibilitas, profesional, dan independen.

Ia menyarankan proses pemilihan Kepala BSSN harus diserahkan kepada panitia seleksi yang dipilih Menkopohukam. Menurut Asep, sebagai lembaga yang memiliki urgensi tinggi, BSSN harus dibentuk dengan mempertimbangkan keahlian dan kepakaran para pengurusnya. Karena itu peran pansel, kata Asep, sangat penting untuk mendapatkan figur yang tepat.

Untuk itu, proses pemilihan seleksi tertutup pun dinilai lebih baik ketimbang rekrutmen terbuka dengan mempertimbangkan lima hal mendasar.

"Lebih baik, hemat saya, dia jangan dibuka untuk melamar atau open biding, atau open recruitment, tapi presiden dan instansi terkait bisa mencari figur yang tepat untuk itu tanpa intervensi politis. Calon yang akan dipilih harus memiliki lima hal, yaitu kompetensi, pengalaman, integritas, jaringan luas, dan bisa dipercaya semua kalangan. Dengan begitu BSSN bisa menjalankan kinerjanya dengan baik," katanya.

Disebutkan, kepakaran calon yang hendak dipilih, yakni jaringan luas di nasional, regional, dan internasional. "Dia juga harus punya hubungan dengan komunitas cyberspace termasuk dunia akademis, praktiasi, industri, forum, dan asosiasi yang sangat erat dengan dunia cyberspace," katanya.

Sementara itu, pengamat Cyberlaw dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan bahwa proses pemilihan Kepala BSSN harus merujuk perpres, yakni melalui usulan Menkopolhukam yang telah membentuk panitia seleksi. 

"Prosedur itu kan semangatnya mencari orang yang tepat melalui rekomendasi Menkopohukam yang telah membentuk panitia seleksi," katanya.

Edmon mengungkapkan, dalam Perpres itu, aturan mengenai proses pemilihan jelas termaktub pada pasal 48 ayat 2. Menurut dia, aturan itu sangat ketat menghindarkan intervensi politik.

"Wewenang tertinggi tetap ada pada Presiden, atas rekomendasi Menkopolhukam. Namun, jika presiden memilih di luar orang-orang yang diusulkan Menko, bisa dibilang presiden tidak taat asas. Masa dia tidak menjalankan perpres. Saya yakin itu tidak akan terjadi," katanya. (skd)