PM Israel tertekan, detektor logam di Al-Aqsa mungkin dilepas

id aqsa

PM Israel tertekan, detektor logam di Al-Aqsa mungkin dilepas

Seorang anak perempuan Palestina berdoa di depan "Dome of the Rock", kompleks yang oleh Muslim dikenal sebagai 'tanah suci yang mulia' dan oleh Yahudi dikenal sebagai "The Temple Mount", Kota Lama Yerusalem selama bulan suci Ramadan, Selasa (7/6/2016). (REUTERS/Ammar Awad )

Jakarta (antarasulteng.com) - Perdana Menteri Israeli Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan yang terus meningkat setelah mengambil langkah keamanan baru di situs suci tiga agama, Yerusalem, terutama akibat kekerasan yang meluas yang sejauh ini sudah merenggut delapan nyawa. Banyak yang khawatir kekerasan bakal membesar.

Para pejabat Israel telah mengisyaratkan untuk mengubah sikapnya di kompleks Masjid Haram al-Sharif yang disebut umat Yahudi sebagai Gunung Kuil. Belum lama ini pemerintah Israel memasang detektor logam pada pintu masuk-pintu masuk masjid itu menyusul serangan yang menewaskan dua polisi Israel. Pemasangan detektor logam ini memicu kemarahan warga Palestina.

Netanyahu menggelar rapat kabinet Minggu pagi dan akan bertemu dengan tim keamanannya pada hari yang sama.

Detektor logam itu masih terpasang sampa Minggu pagi, sedangkan kamera CCTV dipasang paling sedikit pada satu pintu masuk ke komplek di Kota Tua Yerusalem itu. Kemungkinan Israel mengganti detektor logam dengan kamera CCTV

Mayor Jenderal Yoav Mordechai --kepala COGAT, badan di bawah kementerian pertahanan yang bertanggung jawab  dalam urusan sipil di wilayah Palestina-- sudah mengisyaratkan bahwa Israel akan mengubah kebijakannya.

"Kami tengah mempelajari opsi-opsi dan alternatif-alternatif lain yang akan menjamin keamanan," kata Mordechai dalam wawancara dengan Al-Jazeera.

Namun Menteri Keamanan Publik Gilad Erdan menyatakan akan terus mendukung kebijakan pemasangan detektor logam sampai polisi memberikan alternatif yang memuaskan.

Krisis ini sendiri telah beresonansi ke dunia internasional.

Dewan Keamanan PBB akan menggelar pertemuan tertutup esok Senin mengenai menyebarnya kekerasan setelah Mesir, Prancis dan Swedia menginginkan diadakan sebuah pertemuan darurat "untuk membahas bagaimana seruan-seruan de-eskalasi di Yerusalem bisa didukung". (skd)