RS Anutapura Pastikan Tidak Ada Perawat Sukarela

id rumah

RS Anutapura Pastikan Tidak Ada Perawat Sukarela

Ilustrasi (antaranews)

Palu, (antarasulteng.com) - Direktur Rumah Sakit Anutapura Palu dr. Ruslan memastikan tidak ada tenaga perawat yang bekerja dengan sistem sukarela atau bekerja dan rela tidak dibayar di rumah sakit yang dipimpinnya itu.

"Memang ada sejumlah perawat yang masuk bekerja, rela untuk tidak dibayar, tetapi setelah bekerja mereka kemudian menuntut untuk dibayar," ungkap Ruslan di Palu, Kamis, terkait aksi sejumlah perawat honorer dari berbagai rumah sakit di Sulteng yang menuntut kesejahteraan belum lama ini.

Dia mengakui bahwa umumnya perawat yang bekerja sebagai tenaga honorer merupakan titipan atau pesanan dari orang tua mereka, yang secara kebetulan kenal dengan saya. Selain itu, mereka yang menitipkan anaknya atau pun keluarganya di awal tidak meminta untuk digaji, yang penting bekerja, karena sudah selesai kuliah.

"Tapi setelah di dalam mereka menuntut, meski sebelumnya mereka telah membuat pernyataan," ujarnya.

Namun dia menegaskan bahwa di RS Anutapura, tidak ada lagi tenaga perawat yang bekerja dengan sukarela, tetapi semua dibayarkan honornya oleh pihak rumah sakit melalui Badan Layanan Umum (BLU).

"Tetapi pembayarannya itu melalui peraturan daerah sebesar Rp600 ribu per bulan," katanya.

Kemudian, kata dia, pihak rumah sakit juga memberikan jasa medik yang besarnya tergantung berapa banyak pelayanan yang dilakukan kepada pasien.

Biasanya, kata dokter spesialis syaraf itu, jika jumlah honor ditambahkan dengan jasa medik, angka yang didapatkan di atas upah minimun yang ditetapkan pemerintah kota.

Beberapa waktu lalu, Forum Komunikasi Perawat Honorer Indonesia (FKPHI) Sulawesi Tengah dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sulteng merilis data sebanyak 592 orang perawat dengan status kerja sukarela yang tersebar di Sulteng.

Sementara untuk jumlah perawat non-PNS secara keseluruhan di Sulteng sebanyak 2.778 orang.

Sebelumnya Staf Ahli Gubernur Sulteng Hidayat Lamakarate menjelaskan tenaga sukarela lahir di tengah semakin banyaknya lulusan sekolah atau perguruan tinggi di bidang kesehatan sementara kebutuhan atau formasi di setiap institusi kesehatan seperti rumah sakit, pusksesmas, puskesmas pembantu sudah terpenuhi.

"Jadi formasinya sudah terpenuhi atau formasinya tidak tersedia lagi, tetapi masih ada yang ingin bekerja dan rela untuk tidak dibayar," ungkapnya.

Menurut Hidayat perlakuan itu sebenarnya sangat tidak manusiawi karena tenaga sukarela bekerja atas perintah tenaga honorer lainnya.

Terkait data yang disampaikan oleh Forum Komunikasi Perawat Honorer Indonesia (FKPHI) Sulawesi Tengah dan Persatuan Perawan Nasional Indonesia (PPNI) Sulteng, sebanyak 2.800 orang, sebenarnya masih sangat kurang.

"Informasinya lebih dari 5.000 orang, jadi masih ada kekurangan sekitar 3.000 orang yang berstatus tenaga honorer dan sukarela," ungkapnya.

Menurut dia, banyaknya tenaga honorer itu disebabkan oleh jumlah tamanan sekolah kesehatan setiap tahunnya sangat banyak, serta adanya sekolah-sekolah kesehatan yang berada di tingkatan kabupaten.

"Jadi kalau formasi tersedia hanya 50 orang dan lulus 500 orang, artinya ada 450 orang tidak terserap," imbuhnya. (skd)