ASEAN desak non-militerisasi di Laut China Selatan

id china

ASEAN desak non-militerisasi di Laut China Selatan

Peta Laut China Selatan dalam prespektif geopolitik saat ini. China mengklaim hampir semua wilayah Laut China Selatan dan perairan internasional ini berbatasan langsung dengan Kepulauan Natuna dan perairan zone eksklusif ekonomi Indonesia di perairan Kepulauan Natuna itu. (www.southchinasea.org)

Manila (antarasulteng.com) - Para menteri luar negeri dari Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengakhiri kebuntuan pada Ahad (6/8) malam untuk mengatasi perselisihan di Laut China Selatan (LCS), dengan mengeluarkan komunike yang menyerukan non-militerisasi dan prihatin atas pembangunan pulau oleh China.

Laut China Selatan telah lama menjadi isu yang membelah ASEAN lantaran China menanamkan pengaruhnya melalui berbagai kegiatan. Beberapa negara waspada atas kemungkinan Beijing menolak dengan mengambil sikap yang lebih kuat.

ASEAN gagal mengeluarkan pernyataan yang biasa dilakukannya pada Sabtu, mengenai apa yang para diplomat katakan adalah ketaksepakatan tentang apakah akan membuat rujukan miring ke ekspansi cepat yang dilakukan China dalam kemampuan pertahanan di pulau-pulau buatannya di perairan internasional itu.

China sensitif atas sebuah rujukan oleh ASEAN kepada tujuh pulau karang yang direklamasi, tiga di antaranya memiliki landasan pacu, persenjatan untuk meluncurkan peluruh-peluru kendali, radar dan berkemampuan mengakomodasi jet-jet tempur, demikian laporan kantor berita Reuters.

Komunike ASEAN menyuarakan sikap lebih tegas daripada sebelumnya, rancangan yang tak dipublikasikan, yang menurut sejumlah diplomat merupakan versi dari sebuah komunike yang dikeluarklan tahun lalu di Laos.

Teks yang sudah disepakati "menekankan pentingnya non-militerisasi dan sikap menahan diri".

Setelah pembahasan alot, kecemasan-kecemasan disuarakan oleh beberpa anggota ASEAN mengenai reklamasi lahan "dan aktivitas-aktivitas di kawasan yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan dan bisa mengganggu perdamaian, keamanan dan stabilitas".

ASEAN menemui kebuntuan untuk mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan pengaruh China yang berkembang di kelompok itu pada saat tidak menentu atas pengaruh keamanan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang baru di bawah Presiden Donald Trump.

Selain itu, ASEAN juga akan mencoba terus memantau aktivitas maritim China.

Beberapa diplomat ASEAN mengatakan di antara para anggota yang mendesakkan sebuah komunike yang berisi unsur-unsur yang lebih tegas adalah Vietnam, yang saling klaim bersama China soal Kepulauan Paracel dan Spratly, serta telah terlibat dalam pertengkaran dengan Beijing mengenai konsesi energi.

Namun, seorang diplomat lainnya mengatakan tak ada persetujuan nyata mengenai isi komunike itu dan menekankan bahwa rancangan awal dipandang lemah oleh beberapa anggota.

Para menlu ASEAN dan China juga mengadopsi sebuah kerangka kerja kode perilaku di Laut China Selatan, sebuah langkah yang disebut sebagai kemajuan, tetapi para pengeritik melihatnya sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu oleh China guna mengonsolodasikan kekuatan maritimnya. (skd)