Kejati Sulteng: Empat Laporan Penyalahgunaan Dana Desa

id kejati

Kejati Sulteng: Empat Laporan Penyalahgunaan Dana Desa

Kajati Sulteng Sampe Tuah saat berkunjung ke Poso, Selasa (4/7). Dalam kunjungan itu Kajati bertemu dengan kepala-kepala desa, camat dan kepala OPD se Kabupaten Poso. (Antarasulteng/Fery Timparosa)

Pengembalian itu hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan saja
Palu,  (antarasulteng.com) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sejak Bulan Januari hingga Juli 2017, telah ada empat kasus dugaan penyimpangan pada pengelolaan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD).

"Data itu berdasarkan laporan dari Kejaksaan Negeri dari kabupaten dan kota, dan telah masuk dalam tahapan penyidikan," kata Asisten bidang tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Sulteng, Joko Susanto di Palu, Kamis.

Joko menjelaskan kasus dugaan penyimpangan DD dan ADD di Desa Meko, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso dengan terlapor Mt, berdasarkan surat perintah (Sprint) tertanggal 8 Maret 2017.

Dugaan penyimpangan DD dan ADD di Desa Lero, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala dengan terlapor Aa, As dan Sh, berdasarkan Sprint tertanggal 8 Juni 2017.

Kemudian dugaan penyimpangan DD dan ADD di Desa Moutong Timur, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong, berdasarkan Sprint tertanggal 9 Januari 2017.

Selanjutnya dugaan penyimpangan DD dan ADD di Desa Harmoni, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, berdasarkan Sprint tertanggal 7 April 2017.

Sementara itu, Kepala Kejati Sulteng, Sampe Tuah mengatakan keterlibatan perangkat desa dalam korupsi dana desa, bukan kerena ketidaktahuan tentang aturan tentang bagaimana mengelola dana desa. Tetapi kata dia, karena tidak dapat menahan diri dengan banyaknya jumlah dana desa dan alokasi dana desa itu.

"Saya berpikir begitu ada uang, mereka tidak dapat menahan diri," katanya

Menurut Kajati, tidak ada batasan nominal berapa kerugian negara untuk menjerat mereka, namun pihaknya tetap mengedapankan tindakan pencegahan dari pada penindakan. Sehingga paling tidak, uang negara yang telah disalahgunakan dapat dikembalikan.

"Karena kalau pun kita tindak, duit negara pun tidak balik juga," ujar dia.

Bagi Kajati, pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah jelas, bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

"Pengembalian itu hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan saja," tutup Kajati Sampe Tuah.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengatakan ada sekitar 300 laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa. Laporan ini terkait dengan kesalahan administratif dan pengelolaan dana desa.

"Pada tahun ini kami menerima sekitar 300-an laporan," katanya.

Lebih lanjut, Eko menjelaskan jika ada 40 persen kepala desa di Indonesia merupakan alumni pendidikan tingkat dasar dan menengah pertama (SD-SMP).

Namun, latar belakang pendidikan tidak dapat dijadikan dasar faktor penyebab belum makskmalnya pengelolaan dana desa. (skd)