Bupati Poso inginkan pemberantasan schistosomiasis ala Tiongkok

id Poso

Bupati Poso inginkan pemberantasan schistosomiasis ala Tiongkok

Bupati Poso Darmin Sigilipu mencoba alat penyemprot racun pembasmi keong peyebar cacing schistosoma saat mengunjungi Negara Tiongkok, belum lama ini. (Antarasulteng.com/Istimewa)

Taufan Karwur: salah satu kunci keberhasilan Tiongkok memberantas penyakit keong ini adalah keterpaduan semua instansi dari pusat sampai desa.
Poso (Antarasulteng.com) - Bupati Poso Darmin A. Sigilipu mengharapkan kepada Kementerian Kesehatan RI agar pola penanganan pemberantasan penyakit schistosomiasis di Poso dilaksanakan seperti yang diterapkan pemerintah Negara Tiongkok.

Bupati Poso Darmin Sigilipu yang baru kembali dari Tiongkok untuk mempelajari cara pemberantasan penyakit keong tersebut menyebutkan bahwa sesuai hasil study lapangan, penduduk Tiongkok pada 1950 yang terpapar schisto mencapai 30 juta jiwa di 12 propinsi namun saat ini sudah mendekati nol.

Keberhasilan Tiongkok dalam pemberantasan schistosomiasis, kata Darmin, merupakan dukungan kuat dari seluruh instansi mulai dari pusat hingga  desa dengan mendirikan satu kantor Departemen Khusus Institut Nasional Penyakit Parasit dan Pengendalian (NIPD) schistosomiasis.

Sebelumnya, selama sepekan, bupati yang didmapingi Kepala Dinas Kesehatan, PU, Dinas Pertanian dan Peternakan serta Kepala Bapeda mengunjungi Tiongkok untuk melihat dari dekat program dan implementasi pemberantasan schisto. 

"Hasil study lapangan kami di China atas undangan WHO, kami melihat ada departemen khusus untuk menangani schistosomiasis itu, sehingga mereka berhasil mendekati zero," ujarnya kepada wartawan di ruang kerjanya, Sabtu.

Departemen itu, menurut Darmin, melibatkan semua instansi hingga ke desa-desa yang terkena penyakit schistosomiasis dengan anggaran yang banyak. Sementara untuk Indonesia khususnya Kabupaten Poso, penanganannya masih bersifat sektoral hanya melalui Dinas Kesehatan. 

Menurut dia, pembentukkan departemen khusus seperti di Tiongkok itu telah diusulkan kepada kementerian kesehatan. Dirinya berharap ke depan pemberantasan schistosomiasis bisa menerapkan cara yang dilakukan negara Tirai Bambu itu.

"Ke depan kami akan melakukan seperti di CHina, dan saat di China saya sudah mengusulkan kepada kementerian kesehatan agar mendirikan departemen khusus," katanya. 

Kadis Kesehatan Poso dr Taufan Karwur mengatakan bahwa hal yang bisa dikutip dari Tiongkok dalam memerantas penyakit schisto adalah keterpaduan seluruh Intansi. Jika penanganannya hanya oleh Dinas Kesehatan saja, dipastikan tidak dapat memutuskan mata rantai penyebaran penyakit. 

Selama ini, katanya, pemberantasan hanya dengan pemberian obat schistosomiasis kepada pasien padahal yang juga harus diberantas adalah tempat hidup cacing keong pembawa schistosoma di air yang lembab dan tergenang yang tidak terkena sinar matahari. 

Kalau di Tiongkok, kata Taufan, mereka menggunakan penyemprotan molluscicide (racun pembunuh keong).

"Saat ini sudah terdapat 500 fokus habitat schistosomiasis yang tersebar di dataran Bada dan Napu," ujarnya. 

Sementara Kadis Pertanian dan Peternakan Herningsi Tampai mengatakan bahwa di China, semua lokasi yang terkena fokus habitat keong dibanguni jaringan irigasi tersier, lahan pertanian, dan binatang ternak dan liar seperti tikus dilakukan pengambilan sample kotoran. 

Sebab katanya, penyebaran penyakit dapat melalui kotoran hewan yang sempat lama di lokasi fokus dan menyebar kepada manusia melalui lubang pori. 

Untuk itu, kedepan Dinas Pertanian akan membangun jaringan irigasi di lokasi fokus agar tidak ada air yang tergenang dan akan menanam tanaman kopi dan kakao sehingga lokasi hutan hidupnya schistosomiasis akan terbuka dan kena sinar matahari. 

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU), Faidul Keteng mengatakan sesuai dengan pola pemberantasan schistosomiasis di Tiongkok, semua desa-desa yang terkena fokus schistosomiasis dibagun irigasi sekunder yang lebih besar dengan saluran tersier. 

Selain itu di lokasi fokus schistosomiasis dibangun jalan untuk memudahkan akses kendaraan roda empat untuk mempermudah petugas kesehatan mengamati dan meninjau lokasi itu. Selain itu semua desa yang kena penyakit itu diberikan bantuan MCK sehingga kotoran tidak menyebar ke tempat lain atau menular ke makhluk hidup.