Hasanuddin Atjo, Kadis Kelautan Sulteng jadi Konsultan FAO

id atjo

Hasanuddin Atjo, Kadis Kelautan Sulteng jadi Konsultan FAO

Hasanuddin Atjo (ketiga kanan) bersama Thay Samoni, Direktur Pengembangan Budidaya Kementrian Pertanian Kamboja (kiriI dan Etienne Careme, Direktur Operasional FAO Perwakilan Kamboja (ketiga kiri) dan mitra kerja lainnya. (Antarasulteng.com/Istimewa)

Longki Djanggola: bangga karena ada staf saya diminta menjadi konsultan internasional FAO
Palu (Antarasulteng.com) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, Dr. Ir H. Hasanuddin Atjo, MP mulai 7 Juli 2017, mulai melaksanakan tugas sebagai konsultan internasional Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization-FAO) di Kamboja.

Fokus dari misi sebagai konsultan internasional adalah melakukan transformasi teknologi shrimp farming biofloc system; seed production and health management implementation kepada staf/teknisi di lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementrian Pertanian Kamboja, para pelaku usaha dan masyarakat.  
Dalam melaksanakan tugasnya selama 8 hari di negeri Norodom Sihanouk itu, Hasanuddin Atjo didampingi oleh tiga orang counterpart lokal yaitu Chan Dara KHAN (membantu implementasi shrimp farming biofloc system); Em Thearith (seed production); and Phen Buntheoun (Health Management).  

Tugas Hasanuddin Atjo, sang penemu teknologi budidaya udang Supra Intensif Indonesia ini di Kamboja terbagi dalam beberapa misi kunjungan atau sebanyak 40-50 hari kerja dalam durasi kontrak dua tahun yakni Juli 2017 sampai Desember 2018.

Proses rekruitmen berlangsung cukup lama yaitu dimulai April sampai Juli 2017. Hal ini disebabkan doktor perikanan  Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2005 itu masih terikat kontrak sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tentunya harus mendapat izin atasan yang prosesnya tentu harus melalui mekanisme yang sudah ditentukan.

Oleh karena itu Direktur FAO Asia Fasifik yang berkedudukan di Thailand, Weimin Miao meminta kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Cq Dirjen Perikanan Budidaya untuk memfasilitasi proses izin tersebut kepada Gubernur Sulawesi Tengah Drs H Longki Djanggola, MSi.  

Ketika surat Dirjen Perikanan Budidaya KKP disampaikan kepada gubernur, maka gubernur memberikan respon positif dan dukungan penuh dengan mengatakan sebagai Gubernur Sulawesi Tengah kita bangga karena ada staf saya (pejabat daerah) yang diminta menjadi konsultan internasional FAO.

Karena itu Hasanuddin Atjo yang hampir sudah tujuh tahun terakhir membantu Gubernur Longki Djanggola sebagai Kepala Dinas KP Sulteng itu secara pribadi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya kepada gubernur atas dukungan dan izin yang diberikan untuk menjadi konsultan internasional guna membantu rakyat Kamboja sebagai saudara se-ASEAN dalam pengembangan budidaya perikanan, khususnya komoditas udang.

Dalam melaksanakan misi pertama di Kamboja, dilaksanakan survey dan pengamatan selama 7 hari dan selanjutnya menyusunAN program untuk dua tahun ke depan dan dipresentasekan di hadapan pejabat FAO Perwakilan Kamboja.  

Pariwisata berkembang pesat

Sisi lain yang dipantau selama berada di Kamboja adalah mengamati sepintas tentang kondisi geografis, perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat.

Secara geografis, Kamboja memiliki 23 provinsi dan 4 di antaranya adalah provinsi yang memiliki pesisir (coastal province) yaitu Kampot, Kep, Preah Sihanouk Ville, and Koh Kong dengan total penduduk mendekati 12 juta jiwa (tahun 2016). Selebihnya adalah provinsi yang memiliki dataran rendah yang luas dan dipergunakan untuk pengembangan produksi padi, tanaman perkebunan dan hortikultura.  

Produk Domestik Bruto (PDB) Kamboja di tahun 2016  hanya sekitar 1.500 USD (terendah di ASEAN) namun pertumbuhannya cukup tinggi sekitar 7 persen. Karena itu strategi yang dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka mengurangi kemiskinan adalah pengembangan sektor parawisata. 

Sektor ini berkembang pesat karena di mana-mana terlihat turis asing dari berbagai negara memenuhi destinasi-destinasi wisata termasuk destinasi kuliner.

Dampak dari tingginya kunjungan wisman ini adalah meningkatnya kebutuhan; (1) sarana transportasi termasuk “tuk tuk” (sejenis becak motor di Indonesia, hanya ukurannya lebih besar dan penumpang berada di belakang; (2) pangan khususnya hasil laut (sea food) yang disediakan oleh rumah-rumah makan skala UMKM, namun supply bahan baku terbatas dari hasil tangkapan setempat dan import dari Vietnam maupun Thailand.

Karena itu Pemerintah Kamboja yang difasilitasi FAO berupaya mengembangkan sektor budidaya untuk memenuhi kebutuhan pangan berupa sea food seperti udang. 

Faktor lain yang mendukung berkembangnya sektor ini secara cepat adalah kemampuan masyarakat berbahasa internasional (Inggris) cukup tinggi serta keterbukaan dan menghargai pendatang.  

Dari perjalanan ini, maka hal yang dapat dipetik untuk pengembangan di Provinsi Sulawesi Tengah adalah bagaimana merancang pengembangan parawisata agar bisa menjadi pendorong penyerapan tenaga kerja dan menekan rasio gini (ketimpangan pendapatan).

Promosi merupakan salah satu upaya dan ini telah dilakukan oleh pemerintah provinsi melalui sejumlah event baik nasional dan internasional seperti Hari Nusantara, Sail Tomini, Tour de Central Celebes (TDCC) yang akan dilaksanakan pada November mendatang dan masih banyak event-event lainnya. 

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pemerintah kabupaten/kota merancang kesiapan  masyarakatnya serta  faktor pendukung lainnya sesuai standar pengembangan parawisata.