Luhut: Freeport divestasi 51 persen harga mati

id luhut

Luhut: Freeport divestasi 51 persen harga mati

Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan ( ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta (antarasulteng.com) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan sikap pemerintah yang menginginkan agar PT Freeport Indonesia melakukan divestasi 51 persen saham dan membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun.

Luhut di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin, mengatakan meski perundingan terus berjalan, ia meyakini dua poin dalam kesepakatan tersebut akan disepakati oleh pemerintah dan PTFI (PT Freeport Indonesia). Dua poin selain divestasi saham dan pembangunan smelter yakni perpanjangan kontrak dan stabilitas investasi.

"Ini kan masih jalan (perundingan), enggak mungkin enggak disepakati. Divestasi 51 persen dan smelter itu harga mati," katanya.

Menurut Luhut, pemerintah tidak akan tunduk kepada pihak manapun, termasuk Freeport, terkait pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Kendati demikian, pemerintah tetap menghormati kontrak yang sudah ada, yakni Kontrak Karya (KK) yang berakhir 2021.

Dengan demikian, tambang milik perusahaan AS itu di Papua akan menjadi milik Indonesia begitu kontrak selesai.

Hal tersebut sebagaimana terjadi dalam alih kelola Blok Mahakam, Kalimantan Timur, di mana pengelolaannya dikembalikan kepada pemerintah setelah kontrak berakhir. 

Dalam konteks kasus Blok Mahakam, pemerintah memberikan kesempatan kepada kontraktor yang habis kontrak, Total, untuk masuk kembali dengan porsi kepemilikan saham tertentu.

"Sikap kami kan sudah pasti. Berkali-kali enggak akan pernah mundur. Analoginya kalau kontrak ini dibiarkan juga 2021 selesai. Masak kita harus nurut mereka, ya tidak lah. Tapi kami menghormati setiap kontrak yang ada. seperti Mahakam saja, Total itu, begitu selesai dia ingin kembali masuk lagi, silahkan, 39 persen," terangnya.

Ada pun terkait perpanjangan kontrak yang PTFI minta agar bisa diperpanjang sekaligus hingga 2041, Luhut mengatakan hal tersebut dapat dirundingkan setelah kesepakatan resmi mengenai divestasi.

"Kalau sudah 51 persen divestasi tidak ada issue (masalah), nanti teknisnya diomongin saja, apakah akan melanggar peraturan, lihat nanti," ujarnya. 

Peraturan di Indonesia menyebutkan bahwa perpanjangan izin operasi pertambangan hanya bisa dilakukan bertahap setiap 10 tahun, bukan 20 tahun seperti keinginan PTFI. Kontrak perusahaan itu sendiri akan berakhir pada 2021, namun kepastian perpanjangan kontrak dibutuhkan demi kelancaran rencana pengembangan tambang bawah tanah. (skd)