Menteri BUMN nilai wajar surat dari Menkeu

id sri, menkeu

Menteri BUMN nilai wajar surat dari Menkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno mendengarkan pertanyaan anggota Komisi VI DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2017). (ANTARA/Puspa Perwitasari)

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, menilai tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyurati Menteri ESDM dan Menteri BUMN terkait risiko keuangan negara atas penugasan infrastruktur ketenagalistrikan merupakan hal yang wajar.

"Jadi normal sebagai Menkeu mengingatkan kami ini kalau proyeknya banyak, tolong dijaga debt equity ratio-nya," kata Rini ditemui di Jakarta, Kamis.

Ia juga mengatakan akan berupaya mengingatkan BUMN untuk menjaga rasio utang terhadap modal perusahaan tetap sehat.

"Ini yang memang selama tiga tahun kami di BUMN tekankan terus kepada direksi bahwa harus dijaga. Harus selalu ada worst position," ucap Rini.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Menkeu dalam surat tersebut adalah kinerja keuangan PT PLN yang terus menurun seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi.

Oleh karena itu, PT PLN diharapkan mampu melakukan efisiensi dalam biaya operasi, terutama energi primer, untuk mengantisipasi potensi risiko gagal bayar, dan adanya regulasi dari instansi terkait yang dapat mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik, seiring dengan ketiadaan penyesuaian tarif tenaga listrik.

Rini mengatakan bahwa pinjaman tetap harus ada dan terjaga rasio utang terhadap modal. Selain itu, asetnya juga harus berharga.

"Hal yang normal untuk Menkeu mengingatkan, apalagi PLN termasuk perusahaan yang terbesar asetnya, mencapai Rp1.300 triliun dengan tanggung jawab besar atas proyek-proyek yang harus diselesaikan," kata dia. 

Sebelumnya, pada Rabu (28/9), Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan kondisi likuiditas PLN selalu dijaga untuk mampu mendanai operasi perusahaan dan pemenuhan kewajiban terhadap kreditur, baik perbankan maupun pemegang obligasi perusahaan.

Menurut Edwin, kebutuhan pendanaan melalui pinjaman diutamakan untuk dipenuhi dari lembaga multilateral guna mendapatkan biaya uang "cost of fund" lebih murah dan penarikan pinjaman disesuaikan dengan kemajuan proyek.(skd)